Sunday, December 25, 2016

Seri Pejuang dan Pahlawan Hak Asasi Manusia: John Locke (1632–1704)


       John Locke lahir di Wrington, Somerset, Inggris, pada 29 Agustus 1632. Pada tahun 1656 ia memperoleh gelar sarjana muda dari Universitas Oxford, Inggris, kemudian pada tahun 1658 mendapatkan gelar sarjana penuh dari universitas yang sama. Sejak remaja, Locke sudah sangat tertarik pada ilmu pengetahuan serta pada usia 36 tahun terpilih menjadi anggota Royal Society. Locke juga tertarik pada bidang kedokteran sehingga mampu meraih gelar sarjana muda dalam bidang ini.
       Locke meninggal dunia di Oats, Essex, pada 28 Oktober 1704. Sampai akhir hayatnya, Locke hidup membujang. Ia menjadi sahabat karib kimiawan terkenal, Robert Boyle. Hampir sepanjang hidupnya, Locke juga menjadi sahabat dekat Isaac Newton, fisikawan termasyhur dan paling berpengaruh di Inggris dan di dunia.
       Perkenalan John Locke dengan Pangeran Shaftesbury membawanya menjadi sekretaris dan dokter keluarga sang pengeran. Pangeran Shaftesbury sempat dipenjara oleh Raja Charles II karena ide-ide liberal dan kegiatan politiknya. Pada tahun 1682 Shaftesbury melarikan diri ke Belanda, kemudian setahun berikutnya meninggal dunia di Negeri Kincir itu. Locke sendiri hampir senantiasa diawasi aparat kerajaan akibat hubungan dekatnya dengan mendiang Shaftesbury sehingga kemudian ia juga melarikan diri ke Belanda (1683). Locke kembali dan menetap di Inggris pada tahun 1689 setelah Raja James II (pengganti Raja Charles II) berhasil digulingkan melalui sebuah revolusi.

1.    Peletak Dasar Hak Asasi Manusia
       Apa dan bagaimanakah hubungan John Locke dan hak asasi manusia? Apa sumbangannya bagi pengembangan hak asasi manusia? Apakah ia termasuk dalam deretan pejuang, pendekar, atau pahlawan hak asasi manusia dunia? Benarkah ia termasuk tokoh yang berjasa dalam pengembangan hak asasi manusia?
       Locke adalah seorang filsuf cemerlang yang pernah dimiliki Inggris. Sebagai filsuf, Locke tidak memperjuangkan sesuatu dengan manuver (gerakan) dan kekuatan fisik, melainkan dengan pikiran-pikiran atau gagasan-gagasannya. Locke menyampaikan gagasan-gagasannya secara tertulis dalam bentuk buku. Buku-buku yang ia tulis membuat gagasan-gagasannya tersebar ke berbagai penjuru dunia, mengilhami banyak tokoh dan bangsa lain, serta membuat namanya melegenda.
       Buku yang terutama membuat reputasinya melambung dan termasyhur adalah A Letter Concerning Toleration (terbit tahun 1689), An Essay Concerning Human Understanding (1690), dan Two Treatises of Government (1690). Buku-buku ini, antara lain, memuat pemikiran Locke tentang hakikat dan keterbatasan manusia, hak-hak dasar dan alamiah manusia, toleransi antaragama, hak raja, kekuasaan dan tugas pemerintah, serta konstitusi negara. Buku-buku lain karyanya adalah Some Considerations of the Consequences of the Lowering of Interest and Raising of the Value of Money (1692), Some Thoughts Concerning Education (1693), The Reasonableness of Christianity (1695), dan Further Considerations of the Raising the Value of Money (1695).
       Locke termasuk tokoh utama dan perintis hak asasi manusia dunia. Jauh sebelum tokoh lain membahas masalah hak asasi manusia secara sistematis dan mendalam, Locke sudah melakukan hal itu dengan meyakinkan. Pada saat banyak bangsa di dunia hidup dalam penjajahan, penindasan, kemiskinan, dan kebodohan yang akut, yang menyebabkan mereka hampir sama sekali tak memiliki kesadaran tentang hak asasi manusia, melalui ide-idenya Locke sudah berusaha meletakkan dasar-dasar hak asasi manusia untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya hak asasi manusia. Locke melakukan semua itu sejak abad ke-17 (tahun 1600-an).
       Sekitar empat abad sebelum Locke lahir, di Inggris memang sudah ada Magna Charta (1215), dokumen yang mengatur hak raja dan hak rakyat. Namun, dokumen tersebut dapat dikatakan merupakan karya kolektif yang cenderung berisi rumusan umum tentang pengaturan hak (raja dan rakyat) dalam kehidupan masyarakat Inggris saja. Adapun tentang hak asasi manusia, Locke membahasanya secara lebih terperinci dan lebih mendasar dalam cakupan, kehidupan, dan kepentingan umat manusia (di seluruh dunia).

2.    Bapak Hak Asasi Manusia
       Dalam bukunya, Two Treatises of Government, Locke, antara lain, menyatakan bahwa setiap manusia  –– tentu tidak hanya di Inggris –– memiliki hak alamiah. Hak itu tidak hanya sekadar terkait dengan hak hidup, melainkan juga kebebasan pribadi dan hak atas pemilikan sesuatu. Menyangkut hal ini, menurut Locke, pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melindungi penduduk dan hak milik warga negara.
       Locke berpandangan bahwa manusia, berdasarkan hukum alam, adalah bebas dan sederajat serta memiliki hak-hak alamiah yang tidak dapat diserahkan kepada kelompok masyarakat lainnya, kecuali melalui perjanjian masyarakat. Pada saat menjadi anggota masyarakat, manusia/individu hanya menyerahkan hak-hak tertentu demi keamanan dan kepentingan bersama. Setiap individu tetap memiliki hak prerogatif fundamental yang diperoleh dari alam. Hak ini merupakan hal yang tak terpisahkan sebagai bagian utuh dari kepribadiannya sebagai manusia. Keyakinan dan pandangan Locke mengenai adanya hak abadi yang melekat pada setiap manusia ini mengantarkannya menjadi tokoh yang mendapat predikat “Bapak Hak Asasi Manusia”.
       Perihal hubungan pemerintah (kerajaan) dan rakyat, Locke menolak anggapan bahwa raja memiliki hak suci. Ia menegaskan, pemerintah dapat menjalankan kekuasaannya hanya jika mendapat persetujuan dari pihak yang diperintah (rakyat). Menurutnya, kemerdekaan pribadi dalam masyarakat berada di bawah kekuasaan legislatif yang disepakati dalam suatu negara. Jika legislator merampas dan menghancurkan hak milik penduduk atau menguranginya serta mengarah pada perbudakan di bawah kekuasaan, mereka berada dalam keadaan perang dengan penduduk; dan karena itu, penduduk terbebas dari kesalahan jika melakukan pembangkangan.
       Bagi Locke, pemerintahan tidaklah memiliki kekuasaan yang tanpa batas. Ia bersikeras pada prinsip kekuasaan berdasarkan mayoritas, tetapi kelompok mayoritas tidak diperbolehkan merusak hakikat hak-hak manusia. Suatu pemerintahan hanya dapat merampas hak milik jika mendapat perkenan (persetujuan) dari pihak yang diperintah.
       Perihal kebebasan beragama dan beribadah, Locke membahasnya dalam buku A Letter Concerning Toleration. Menurut Locke, pemerintah tidak diperbolehkan melakukan intervensi terlampau jauh dalam kegiatan ibadah masyarakat. Locke menyampaikan idenya ini terutama untuk melindungi penganut agama dan kepercayaan non-Kristen –– saat itu Kristen menjadi agama mayoritas di Inggris. Ia memandang bahwa baik penganut kepercayaan primitif, Islam, maupun Yahudi tidak boleh dikurangi hak-hak sipilnya dalam kehidupan bernegara semata-mata atas pertimbangan agama.
       Tulisan-tulisan Locke dirasakan memancarkan daya tarik yang luar biasa. Ide-idenya mengenai hak-hak rakyat/penduduk, tugas dan tanggung jawab pemerintah, serta kebebasan rakyat/penduduk untuk melakukan pembangkangan atau perlawanan terhadap pemerintah (jika pemerintah melakukan penindasan) menyebar luas serta memberi pengaruh kuat pada para filsuf, aktivis kebebasan, pejuang kemerdekaan, penggerak revolusi, dan tokoh pemimpin negara di berbagai penjuru dunia. Gagasan-gagasan Locke merasuk ke dalam pemikiran-pemikiran filsuf terkenal, seperti David Hume, Voltaire, dan Immanuel Kant. Salah satu tokoh bangsa Amerika Serikat, Thomas Jefferson, sangat terkesan dengan buah pikiran Locke sehingga memanfaatkan ide-idenya untuk merumuskan Deklarasi Kemerdekaan (Declaration of Independence) bangsa Amerika. Gagasan-gagasan Locke secara tidak langsung juga memicu terjadinya Revolusi Prancis dan Revolusi Amerika serta mendorong dirumuskannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB. 

No comments:

Post a Comment