Tuesday, December 27, 2016

Komponen dan Kelengkapan Pemilihan Umum


1.    Komisi Pemilihan Umum (KPU)
       Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan badan atau lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bersifat tetap dan independen (mandiri). KPU terdiri atas KPU pusat, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota. KPU pusat merupakan penyelenggara pemilihan umum di tingkat nasional, KPU provinsi merupakan penyelenggara pemilihan umum di provinsi, serta KPU kabupaten/kota merupakan penyelenggara pemilihan umum di kabupaten  dan kota.

       Tugas dan fungsi utama KPU adalah merencanakan, mempersiapkan, dan memimpin jalannya pelaksanaan pemilihan umum melalui tahap-tahap yang sudah ditetapkan, mulai dari pendaftaran, melakukan penelitian, melakukan seleksi dan penetapan peserta yang berhak mengikuti pemilihan umum, serta melakukan evaluasi terhadap sistem pemilihan umum yang diterapkan. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, KPU membentuk sembilan divisi. Kesembilan divisi tersebut sebagai berikut:

  • divisi peserta pemilihan umum; 
  • divisi pendidikan dan informasi pemilihan umum; 
  • divisi pendaftaran penduduk/pemilih dan pencalonan;
  • divisi logistik pemilihan umum;
  • divisi pemungutan suara dan penetapan hasil pemilihan umum;
  • divisi hukum;
  • divisi organisasi, personil, dan keuangan pemilihan umum;
  • divisi kajian dan pengembangan pemilihan umum; serta
  • divisi hubungan antarlembaga.

2.    Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
       Pada era reformasi, pemilihan umum dilakukan dengan pengawasan khusus oleh lembaga yang disebut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Badan Pengawas Pemilu merupakan lembaga yang dibentuk dengan tugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Untuk melakukan pengawasan pelaksanaan pemilihan umum di daerah-daerah, Bawaslu membentuk Panitia Pengawas Pemilu Provinsi (Panwaslu Provinsi) dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota (Panwaslu Kabupaten/Kota). Panwaslu Provinsi bertugas mengawasi pelaksanaan pemilihan umum di wilayah provinsi, sedangkan Panwaslu Kabupaten/Kota bertugas melakukan pengawasan pemilihan umum di wilayah kabupaten/kota.

       Pengawasan terhadap kegiatan pemilihan umum oleh lembaga independen dipandang perlu dilakukan sebagai upaya mencegah dan menanggulangi terjadinya kecurangan dan ketidakjujuran dalam pelaksanaan pemilihan umum. Dalam pemilihan-pemilihan umum era Orde Baru tidak ada badan pengawas pemilihan umum yang benar-benar independen sehingga pemilihan umum masa Orde Baru seringkali atau bahkan hampir selalu berlangsung tidak jujur dan tidak adil. Pembentukan Bawaslu pada era reformasi merupakan jawaban atas berbagai pertanyaan dan keraguan masyarakat tentang kejujuran dan keadilan pelaksanaan pemilihan umum. Pembentukan Bawaslu diharapkan lebih membuat pelaksanaan pemilihan umum berjalan bebas, jujur, dan adil.

3.    Kontestan
       Kontestan adalah partai politik atau calon kepala pemerintahan (calon presiden-wakil presiden, calon gubernur-wakil gubernur, calon bupati-wakil bupati, dan calon walikota-wakil walikota) peserta pemilihan umum. Dalam pemilihan umum, partai politik dan calon kepala pemerintahan saling bersaing untuk mendapatkan dukungan dan suara pemilih (rakyat). Untuk menjadi peserta pemilihan umum, partai politik dan calon kepala pemerintahan diwajibkan memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi partai politik untuk menjadi peserta pemilihan umum adalah sebagai berikut:

  • memiliki akta notaris pendirian partai politik;
  • berstatus badan hukum sesuai dengan undang-undang tentang partai politik;
  • mendaftar sebagai peserta pemilihan umum kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU);
  • memiliki kepengurusan di dua per tiga dari jumlah provinsi di Indonesia;
  • memiliki kepengurusan di dua per tiga dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
  • menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai tingkat pusat;
  • memiliki anggota sekurang-kurangnya seribu orang atau satu per seribu dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
  • memiliki kantor tetap untuk kepengurusan partai politik; 
  • mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU;
  • nama dan tanda gambar partai politik tidak dibenarkan memiliki kesamaan dengan
  • bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
  • lambang lembaga negara atau lambang pemerintahan;
  • nama, bendera, dan lambang negara lain atau lembaga/badan internasional;
  • nama, bendera, dan simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
  • nama atau gambar seseorang;
  • nama, lambang, atau tanda gambar partai politik lain.
       Jumlah partai politik peserta pemilihan umum di Indonesia seringkali berubah-ubah. Pada pemilihan umum tahun 1955 tercatat ada 27 partai politik yang menjadi peserta. Pemilihan umum tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik, sementara pemilihan umum tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 hanya diikuti oleh tiga partai politik. Sedikitnya partai politik yang mengikuti pemilihan umum pada masa Orde Baru tersebut disebabkan oleh pembatasan yang dilakukan pemerintahan pimpinan Presiden Soeharto yang ketika itu bersikap otoriter dan represif. Jumlah peserta pemilihan umum kembali meningkat tajam pada pemilihan umum masa reformasi tahun 1999 (48 partai politik), 2004 (24 partai politik), dan 2009 (44 partai politik).

       Sementara itu, para calon kepala pemerintahan yang menjadi peserta pemilihan umum juga dikenai keharusan untuk memenuhi sejumlah persyaratan. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh para calon kepala pemerintahan (terutama calon presiden-wakil presiden) dalam mengikuti pemilihan umum, antara lain, sebagai berikut:

  • warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
  • setia terhadap Pancasila dan UUD 1945;
  • menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
  • tidak pernah melakukan pengkhianatan terhadap negara;
  • mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajibannya.

4.    Konstituen
       Konstituen tidak lain adalah rakyat pemilih dalam kegiatan pemilihan umum. Tidak semua rakyat (warga negara) memiliki hak untuk memilih dalam pemilihan umum. Hanya warga negara yang memenuhi syarat atau kriteria tertentu yang memiliki hak pilih. Rakyat yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  • warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah/pernah menikah;
  • warga negara Indonesia yang telah dimasukkan atau dicacat dalam daftar pemilih oleh penyelenggara pemilihan umum.
       Konstituen di Indonesia secara umum masih belum menunjukkan kematangan dan kedewasaan dalam memberikan pilihan politik terhadap para kontestan. Mereka masih mudah terpengaruh oleh pertimbangan-pertimbangan di luar aspek kompetensi (kecakapan) dan integritas para kontestan. Bahkan, mereka masih mudah dipengaruhi imbalan materi dan uang yang diberikan/dijanjikan oleh kontestan. Hal ini seringkali dimanfaatkan para kontestan untuk melakukan politik uang (money politics) dalam upaya mandapatkan dukungan dan suara.

       Kurangnya kematangan dan kedewasaan para konsituen dalam memberikan pilihan politik umumnya disebabkan oleh masih rendahnya pendidikan dan kurangnya kesadaran politik rata-rata konstituen. Selain itu, rendahnya kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) juga seringkali menjadi kendala dalam memberikan pilihan yang tepat terhadap para kontestan. Konstituen yang kemampuan ekonominya rendah cenderung mudah memberikan pilihan terhadap kontestan berdasarkan imbalan uang atau materi yang diberikan oleh kontestan. Upaya kontestan memberikan imbalan materi atau uang untuk mendapatkan dukungan dan suara dari konstituen (money politics) sebenarnya dilarang undang-undang, tetapi kenyataannya masih sering dan banyak dilakukan (secara terselubung) oleh para kontestan.

5.    Kampanye
       Untuk mendapatkan suara, para peserta (kontestan) pemilihan umum berusaha menarik simpati dan dukungan dari para pemilih (konstituen). Upaya kontestan menarik simpati dan dukungan dari para pemilih untuk meraih suara sebanyak-banyaknya dilakukan melalui sebuah mekanisme atau kegiatan yang disebut kampanye. Kampanye merupakan sarana bagi para kontestan pemilihan umum untuk memperkenalkan diri sekaligus menyosialisasikan program, visi, dan misinya kepada massa pemilih.

       Sementara di sisi lain, kampanye akan dimanfaatkan oleh massa pemilih untuk menilai kualitas dan kompetensi para kontestan. Melalui orasi (pidato) yang disampaikan para kontestan dalam kampanye, para pemilih dapat mengetahui tingkat kecakapan (kompetensi) para kontestan dalam menjalankan tugasnya kelak sebagai kepala pemerintahan atau anggota lembaga perwakilan. Hasil penilaian terhadap penampilan kontestan dalam kampanye tersebut akan dijadikan bahan pertimbangan oleh para pemilih dalam menjatuhkan pilihan atau memberikan suara kepada para kontestan.

       Kampanye lazim dilakukan sebelum kegiatan  pemungutan suara berlangsung. Waktu dimulainya pelaksanaan kampanye biasanya ditentukan beberapa minggu sebelum hari pemungutan suara tiba. Lembaga penyelenggara pemilihan umum (KPU) akan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap kontestan untuk melakukan kampanye.

       Tata cara dan jadwal kegiatan kampanye dibuat dan ditetapkan oleh KPU. Jadwal kampanye disusun sedemikian rupa sehingga di suatu lokasi atau wilayah tertentu dua kontestan tidak melakukan kampanye secara bersamaan. Pengaturan jadwal seperti ini dianggap harus dilakukan mengingat kampanye rawan menimbulkan benturan dan konflik di antara pendukung para kontestan. Berikut ini dipaparkan beberapa ketentuan lain tentang kegiatan kampanye dalam pemilihan umum di Indonesia.

  • Selama kampanye kontestan dilarang mempersoalkan dasar negara Pancasila, UUD 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Kampanye tidak boleh dilakukan dengan cara yang membahayakan keutuhan dan keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Tema kampanye adalah program, visi, dan misi yang dibawa oleh setiap kontestan.
  • Setiap kontestan memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama selama kampanye.
  • Kampanye tidak boleh dilakukan dengan biaya dan fasilitas negara. 
  • Selama kampanye, setiap kontestan dilarang melakukan black campaign, yakni kampanye yang isinya menghina, menjelek-jelekkan, dan menjatuhkan kontestan lain. 
  • Kampanye tidak boleh dilakukan dengan melibatkan warga negara yang tidak/belum memiliki hak pilih (termasuk anak-anak di bawah umur). 
  • Kampanye tidak boleh dilakukan dengan menggunakan tempat ibadah dan pendidikan.
  • Kampanye tidak boleh dilakukan dengan cara menjanjikan atau memberikan uang atau materi kepada peserta kampanye (money politics).

       Kampanye dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Dalam melakukan kampanye para kontestan diberi kebebasan untuk menggunakan kreativitasnya masing-masing. Berdasarkan ketentuan undang-undang, kegiatan kampanye dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

  • rapat umum,
  • pertemuan terbatas,
  • pertemuan tatap muka,
  • memanfaatkan media massa cetak dan elektronik,
  • penyebaran bahan kampanye kepada umum,
  • pemasangan alat peraga di tempat umum,
  • kegiatan-kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan kampanye dan peraturan perundang-undangan.

No comments:

Post a Comment