Thursday, January 5, 2017

Tata Cara Perpajakan Nasional

        Apakah yang disebut tata cara perpajakan? Bagaimanakah tata cara atau prosedur baku perpajakan yang selama  ini berlaku di Indonesia? Hal-hal apa sajakah yang diatur dalam tata cara tersebut? Bagaimanakah implikasi tata cara perpajakan bagi para wajib pajak dan pegawai/petugas pajak? Apa dan bagaimanakah langkah-langkah yang mesti ditempuh para wajib pajak dalam memenuhi aturan-aturan yang terdapat dalam tata cara perpajakan di Indonesia?  

       Pak Agus adalah seorang pengusaha dalam bidang permebelan. Dengan dibantu oleh istrinya, Pak Agus membangun usaha mebelnya dari bawah. Ia memulai usahanya dari pembuatan perabotan rumah tangga kecil-kecilan dengan hanya memperkerjakan tiga orang karyawan. 


       Hasil perabotan rumah tangga produksi Pak Agus pada mulanya dijual di toko-toko mebel terdekat dengan tempat usahanya. Ia menjalankan usaha awalnya itu selama sekitar tiga tahun. Memasuki tahun keempat, usaha Pak Agus mulai berkembang positif. Permintaan barang dari toko-toko mebel terus meningkat. Untuk memenuhi permintaan itu, ia menambah jumlah karyawan serta berusaha meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya. Modal usaha pun ia perbesar dengan cara menyertakan laba/keuntungan hasil pemasaran produk selama ini ditambah dengan uang hasil kredit dari bank.


       Pada tahun keenam, usaha Pak Agus berkembang pesat. Barang-barang produksinya tidak hanya dipasarkan untuk memenuhi permintaan toko-toko mebel, melainkan juga sebagian besarnya telah diekspor ke mancanegara. Ia pun mulai merintis untuk membuka cabang di beberapa tempat lain serta melakukan diversifikasi usaha.


       Sebagai seorang pengusaha, Pak Agus tentu saja telah mengetahui soal pajak. Pengusaha seperti dirinya tidak dapat dipisahkan dari pajak. Hanya saja, oleh karena kesibukannya mengurus perusahaan, pemahaman dia tentang pajak lebih bersifat global. Selama ini, urusan pembayaran pajak perusahaannya ia serahkan kepada karyawan di bagian keuangan dan accountingNamun, suatu ketika, ia cukup terperanjat juga menerima laporan dari bawahannya mengenai besarnya jumlah pajak yang harus dibayar perusahaannya. Ia agak terkejut dengan jumlah tersebut walaupun kemudian ia menyadari bahwa jumlah itu sebenarnya memang wajar untuk ukuran perusahaannya yang sekarang sudah cukup besar serta terus berkembang pesat.


       Demikianlah, apa yang dialami Pak Agus di atas juga seringkali dialami oleh banyak pengusaha lain. Oleh karena disibukkan urusan perusahaan, para pengusaha seringkali tidak terlibat langsung dalam urusan pajak perusahaannya sehingga kurang paham akan detail-detail tata cara perpajakan. Akibatnya, mereka tidak jarang merasa terkejut saat disodori data tagihan pajak yang harus ditanggung dan dibayar perusahaannya. 


       Oleh sebab itulah, tata cara perpajakan penting untuk diketahui dan dipahami. Tidak hanya para pengusaha, semua warga negara pun perlu mengetahui tata cara perpajakan sebagai wujud kepedulian terhadap kewajiban yang harus dilaksanakan. Membayar pajak adalah kewajiban warga negara. Adapun hak warga negara yang terkait dengan pajak adalah menikmati hasil-hasil pembangunan yang dibiayai dengan dana hasil penarikan pajak.


       Beberapa hal yang terkait dengan tata cara perpajakan di negara kita, antara lain, meliputi pendaftaran, pembayaran atau pelunasan, pelaporan, pemotongan atau pemungutan, pembukuan, dan pemberian informasi (dalam pemeriksaan). Selain prosedur-prosedur tersebut, ada beberapa kriteria yang juga perlu kita pahami ketentuan-ketentuannya. Kriteria-kriteria tersebut dalam dunia perpajakan lazim dimasukkan ke dalam ketentuan umum.


       Tata cara perpajakan awalnya diatur dengan UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (disingkat UU KUP). Untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman, UU tersebut diperbaiki beberapa kali; yakni pertama, diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994; kedua, diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000; ketiga, diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007; keempat, diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009; dan kelima, dilengkapi petunjuk teknis PP No. 94 Tahun 2010. Tata cara perpajakan mengatur prosedur yang harus ditaati para wajib pajak dan aparat pajak dalam melaksanakan kewajiban administrasi perpajakan.


A.    Beberapa Ketentuan Umum

       Selain mengatur tata cara perpajakan, UU No. 16 Tahun 2009 juga mengatur beberapa ketentuan umum mengenai perpajakan. Di dalam ketentuan umum ini, antara lain, diatur kriteria atau pengertian mengenai wajib  pajak, badan/lembaga, pengusaha, nomor pokok wajib pajak (NPWP), masa pajak, tahun pajak, pajak terutang, surat pemberitahuan, surat setoran pajak, surat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, pekerjaan bebas, pemeriksaan,  penanggung  pajak, dan pembukuan. Berikut ini dijelaskan sebagian dari kriteria atau pengertian tersebut.
  1. Wajib pajak. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. Mereka yang tergolong wajib pajak adalah pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
  2. Badan. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah (dengan nama dan dalam bentuk apa pun), firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa (ormas), organisasi sosial politik (atau organisasi yang sejenis), lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
  3. Pengusaha. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
  4. Pengusaha kena pajak. Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana yang dimaksud pada pemaparan di atas (nomor 3), yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang kriterianya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, kecuali pengusaha kecil yang dengan sukarela memilih untuk ditetapkan menjadi pengusaha kena pajak.
  5. Nomor pokok wajib pajak (NPWP). Nomor pokok wajib pajak ialah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipakai sebagai tanda pengenal diri wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
  6. Masa pajak. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim (penanggalan/kalender) atau jangka waktu lain, yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan paling lama tiga bulan takwim.
  7. Tahun pajak. Tahun pajak ialah jangka waktu satu tahun takwim, kecuali jika wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
  8. Surat pemberitahuan. Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
  9. Pekerjaan bebas. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang memiliki keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
  10. Penanggung pajak. Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B.   Pendaftaran
       Prosedur pertama yang harus dilakukan wajib pajak adalah pendaftaran. Berdasarkan sistem self assessment  (sistem yang mengandalkan inisiatif mandiri wajib pajak), semua wajib pajak harus mendaftarkan diri di kantor pelayanan pajak (KPP) setempat. Melalui pendaftaran, yang bersangkutan dicatat sebagai wajib pajak untuk kemudian mendapatkan nomor pokok wajib pajak (NPWP). 

       Adapun wajib pajak yang berkategori pengusaha yang terkena pajak pertambahan nilai (PPN), wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Fungsi pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak ini adalah untuk mengetahui identitas pengusaha kena pajak yang sebenarnya, melaksanakan hak dan kewajiban dalam bidang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, serta pengawasan dalam administrasi perpajakan. Tata cara pendaftaran sebagai wajib pajak atau pengusaha kena pajak dilakukan dengan datang ke kantor pelayanan pajak untuk meminta formulir pendaftaran kepada petugas. Formulir diisi untuk kemudian diserahkan kembali kepada petugas. Setelah pemeriksaan berkas pendaftaran, wajib pajak mendapatkan kartu NPWP. 


C.   Pembayaran atau Pelunasan

       Warga yang bertempat tinggal di suatu negara (sejak kelahirannya atau pindahan) terkena kewajiban perpajakan. Namun, warga yang bersangkutan tidak dengan sendirinya mempunyai utang pajak (berutang pajak). Utang pajak baru timbul jika telah terpenuhi tiga syarat berikut ini.
  1. Berlaku undang-undang yang menetapkan pemungutan pajak.
  2. Telah dipenuhi syarat subjektif dan objektif. Untuk memastikan timbulnya utang pajak, persyaratan subjektif dan objektif wajib terpenuhi. Untuk pajak subjektif, sasaran pokoknya adalah subjek pajak; sedangkan untuk pajak objektif, sasaran pokoknya adalah objek. Jika syarat objeknya telah terpenuhi, barulah ditelusuri subjek pajaknya.
  3. Telah dipenuhi saat terutangnya pajak berdasarkan ketentuan undang-undang. 

       Manakala utang pajak telah timbul, wajib pajak berkewajiban untuk melakukan pembayaran atau pelunasan pajak. Untuk pajak penghasilan (PPh), pelunasan utang pajak untuk jangka waktu satu tahun tidak harus dilakukan dengan menunggu berakhirnya tahun pajak. Wajib pajak dapat melunasi pajak penghasilan yang terutang dengan mengangsur sendiri atau melalui pemotongan/pemungutan yang dilakukan pihak lain (misalnya, perusahaan tempatnya bekerja). 

       Selanjutnya, pada akhir tahun seluruh utang pajak dihitung ulang sehingga pelunasan pajak yang sudah dilakukan selama tahun pajak dapat dikalkulasi. Apabila pajak yang terutang untuk seluruh tahun lebih besar daripada jumlah keseluruhan angsuran selama setahun, maka kekurangannya harus dilunasi. Adapun pelunasannya harus dilakukan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir, yakni sebelum surat pemberitahuan tahunan disampaikan. Sebaliknya, jika total angsuran selama satu tahun pajak ternyata lebih besar daripada pajak yang terutang, selisih kelebihannya dapat ditarik atau diminta kembali. Penarikan atau permintaan kembali atas kelebihan jumlah uang pajak ini dikenal dengan sebutan restitusi


       Berdasarkan undang-undang mengenai tata cara  perpajakan,  pelunasan  atau  pembayaran pajak dilakukan ke kas negara lewat kantor pos dan/atau bank badan usaha milik negara (BUMN) atau bank badan usaha milik daerah (BUMD) atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan pemerintah  (menteri keuangan). Adapun pembayaran pajaknya sendiri dilakukan dengan menggunakan sebuah surat yang disebut surat setoran pajak (SSP). 


D.   Pelaporan

       Prosedur selanjutnya yang harus ditempuh wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya adalah melakukan pelaporan. Kegiatan pelaporan wajib pajak dilakukan dengan mengambil dan mengisi sendiri sebuah surat yang disebut surat pemberitahuan. Setelah diisi, surat pemberitahuan diserahkan kepada KPP tempat wajib pajak terdaftar atau kepada KPP yang ditetapkan bagi wajib pajak tertentu.

Surat Pemberitahuan

       Dalam prosedur pelaporan pajak, berkas administrasi pokok yang harus diurus adalah sebuah surat yang disebut surat pemberitahuan. Surat pemberitahuan diisi dan dilengkapi oleh wajib pajak untuk melaporkan kewajiban pajaknya. Menurut UU No. 16 Tahun 2009, surat pemberitahuan adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

       Surat pemberitahuan sendiri terdiri atas surat pemberitahuan masa (SPT masa) dan surat pemberitahuan tahunan (SPT tahunan). Berikut ini penjelasan atas kedua surat pemberitahuan yang dimaksud.

  1. Surat pemberitahuan masa (SPT masa) adalah surat pemberitahuan yang digunakan untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan pajak yang terutang dalam jangka waktu tertentu. Jenis pajak yang dilaporkan dengan surat pemberitahuan masa adalah PPh pasal 4 ayat (2), PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, dan PPh pasal 25. Batas waktu penyampaian surat pemberitahuan masa paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
  2. Surat pemberitahuan tahunan (SPT tahunan) adalah surat pemberitahuan yang digunakan untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan pajak yang terutang dalam jangka waktu satu tahun kalender atau satu tahun buku yang diberlakukan wajib pajak. Jenis pajak yang dilaporkan dengan surat pemberitahuan tahunan adalah PPh pasal 21, PPh badan, PPh orang pribadi, dan PPh orang pribadi karyawan. Batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan paling lambat tiga bulan setelah tahun pajak berakhir.

E.   Pemotongan atau Pemungutan
       Dalam perekonomian, lazim dilakukan kegiatan perdagangan, hubungan kerja, dan sebagainya yang di dalamnya terjadi kegiatan transaksi. Terkait dengan hal ini, berdasarkan undang-undang –– UU No. 36/2008  tentang Pajak Penghasilan dan UU No. 18/2000 –– para wajib pajak tertentu dibebani kewajiban untuk memotong atau memungut pajak pihak lain tertentu serta menyetorkan hasil pemotongan/pemungutannya ke kas negara. Pemotongan atau pemungutan pajak semacam ini lazimnya dilakukan ketika pihak lain yang dimaksud melakukan transaksi tertentu dengan pihak pemotong atau pemungut pajak.

       Pemotongan atau pemungutan pajak oleh wajib pajak tertentu terhadap pajak pihak lain lazim berlaku pada pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Ketentuan-ketentuan lebih terperinci mengenai pemotongan atau pemungutan pajak tersebut, antara lain, dapat dijelaskan sebagai berikut. 

  1. Wajib dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi. Adapun pihak yang wajib melakukan pemotongan atau pemungutan pajak tersebut adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain, dan penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran. 
  2. Pemotongan atau pemungutan pajak dilakukan terkait dengan transaksi deviden, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan, bunga simpanan yang dibayar oleh koperasi, sewa, dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta serta imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya. 
  3. Pemotongan atau pemungutan pajak dilakukan terkait dengan wajib pajak luar negeri pada saat melakukan transaksi dengan badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, dan penyelenggara kegiatan di Indonesia. Transaksi yang menjadi objek pemotongan atau pemungutan pajak tersebut, antara lain, pembayaran deviden, bunga, royalti, sewa, dan imbalan jasa.
       Adapun untuk pajak pertambahan nilai (PPN), pihak pengusaha kena pajak dibebani kewajiban untuk memotong atau memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan barang/jasa kena pajak di wilayah pabean Indonesia. Kewajiban yang sama juga berlaku manakala pengusaha kena pajak mengimpor barang kena pajak atau menggunakan jasa kena pajak dari mancanegara.

F.    Pembukuan 

       Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang mencakup harta, kewajiban, modal, penghasilan, biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Demikian pengertian  pembukuan menurut undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Pembukuan adalah bagian yang tak terpisahkan dari tata cara perpajakan karena pembukuan menjadi salah satu indikator tentang penghasilan dan kekayaan serta tanggungan pajak yang dimiliki wajib pajak.

       Kegiatan pembukuan merupakan tahapan dalam tata cara perpajakan yang lebih bersifat luwes. Tidak semua wajib pajak dikenai kewajiban untuk melakukan pembukuan. Kewajiban melakukan pembukuan hanya berlaku bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan wajib pajak badan. 


       Pada dasarnya, di luar dua jenis wajib pajak di atas tersebut, wajib pajak tidak diwajibkan untuk membuat pembukuan. Namun, sebagai catatan, kiranya perlu dikemukakan secara khusus bahwa berdasarkan ketentuan, beberapa wajib pajak memang dibebaskan dari kewajiban membuat pembukuan. Mereka yang memperoleh kebebasan tersebut adalah wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tetapi diperbolehkan untuk menghitung penghasilan bersih dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (mereka inilah yang seringkali digolongkan sebagai penguaha kecil).


       Walaupun tidak dikenai kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan, para wajib pajak tersebut tetap dikenai kewajiban lain. Berdasarkan ketentuan, mereka yang dibebaskan dari kewajiban melakukan pembukuan tetap diharuskan untuk melakukan kegiatan pencatatan. Pembukuan dan pencatatan adalah dua hal yang berbeda. Namun, baik pencatatan maupun pembukuan harus dilakukan dengan iktikad baik serta mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.


G.   Pemeriksaan

       Pemeriksaan merupakan tahapan dalam tata cara perpajakan yang diberlakukan sebagai bentuk pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban pajak oleh para wajib pajak. Pemerintah –– dalam hal ini direktorat jenderal pajak –– memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak untuk memastikan bahwa kewajiban membayar pajak oleh wajib pajak dilaksanakan secara jujur dan benar. Di dalam undang-undang tata cara perpajakan, pemeriksaan didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan/atau keterangan lainnya, yang dilakukan untuk menguji ketaatan pemenuhan kewajiban perpajakan, dan untuk tujuan lainnya, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

       Mekanisme pemungutan pajak di Indonesia yang menganut sistem self assessment memang menuntut dilakukannya pemeriksaan oleh pihak yang berwenang terhadap kegiatan administrasi perpajakan yang dilakukan oleh para wajib pajak. Pemeriksaan dilakukan, antara lain, untuk mencegah dan menanggulangi munculnya berbagai bentuk penyimpangan atau manipulasi pajak dapat yang merugikan keuangan negara. Pemeriksaan kian terasa urgensinya jika diingat bahwa kenyataannya di Indonesia masih seringkali terjadi tindak penyelewengan dan manipulasi pajak.


       Penyimpangan dan manipulasi pajak tidak jarang melibatkan wajib pajak dan aparat/petugas pajak. Wajib pajak dan petugas pajak sering terlibat konspirasi untuk mengambil keuntungan bersama tanpa memedulikan kerugian finansial yang diderita oleh negara. Sementara itu, terkait dengan penyimpangan sepihak yang dilakukan oleh petugas pajak, para wajib pajak juga sering mengalami berbagai bentuk kesewenang-wenangan petugas pajak –– seperti pemerasan. 


       Hal terakhir tersebut dapat terjadi akibat adanya kewenangan yang terlalu besar yang dimiliki oleh petugas pajak dari direktorat jenderal pajak dalam melakukan pemeriksaan pajak. Oleh sebab itulah, kewenangan direktorat jenderal pajak dalam melakukan pengawasan dianggap perlu dibatasi. Untuk memenuhi harapan tersebut, maka melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 545/KM-K.04/2000, dilakukan pembatasan terhadap kewenangan direktorat jenderal pajak dalam melakukan pemeriksaan pajak.

No comments:

Post a Comment