Tuesday, January 10, 2017

Implementasi Prinsip Kesetaraan


Implementasi prinsip kesetaraan merupakan pelaksanaan atau penerapan prinsip kesetaraan dalam kehidupan konkret masyarakat sebagai upaya mewujudkan tatanan yang lebih adil dan bebas dari diskriminasi. Dalam praktiknya, hal ini akan terkait dengan beberapa isu aktual dan faktual yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat. Isu-isu yang dimaksud biasanya menyangkut keberadaan dan nasib kelompok-kelompok tertentu yang selama ini menjadi subjek  atau pelaku yang menghendaki dilakukannya implementasi prinsip kesetaraan demi terwujudnya keadilan dan terhindarnya tatanan yang diskriminatif.
A.   Kesetaraan Gender
Kurang lebih dalam 20 tahun terakhir konsep tentang gender menjadi isu hangat yang banyak dibicarakan terkait dengan masalah perubahan sosial, khususnya implementasi prinsip-prinsip kesetaraan untuk membangun masyarakat yang adil dan bermartabat. Istilah ‘gender’ masih seringkali mengundang kontroversi terutama jika dihubungkan dengan masalah ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat. Gender sebenarnya hanyalah sebuah istilah yang secara umum dapat diartikan ‘jenis kelamin’, tetapi dalam konteks  hubungan antara laki-laki dan perempuan menjadi sensitif akibat kepemilikan dan pelaksanaan hak-hak di antara keduanya dianggap tidak setara dan kurang adil.
Secara harfiah, gender berarti jenis kelamin. Jenis kelamin yang dimaksud adalah yang lazim dimiliki oleh manusia, yakni laki-laki dan perempuan. Sebagai istilah, gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Para aktivis masalah keperempuanan (feminisme) menyatakan bahwa gender dalam pengertian ini mengidentifikasikan laki-laki dan perempuan bukan dari sudut biologis (seks), melainkan dari peran dan fungsinya dalam kehidupan sosial dan kultural. Terkait dengan masalah kesetaraan, muncul astilah ‘kesetaraan gender’ yang mengandung makna kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam kedudukan, hak, dan kewajiban.
Masalah kesetaraan gender seringkali memancing debat berkepanjangan. Kaum perempuan modern yang memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya hak-hak kaum perempuan tidak jarang mengajukan tuntutan bagi diwujudkannya persamaan hak dan kedudukan antara  kaum perempuan dan laki-laki akibat di tengah masyarakat masih terjadi ketimpangan pelaksanaan hak-hak dan kedudukan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan: kaum perempuan belum dapat menikmati hak dan kedudukan sebagaimana yang dinikmati kaum laki-laki. Di sisi berbeda, kalangan konservatif (kolot, tradisional) seraya menganggap para perempuan modern terlalu banyak menuntut, memandang apa yang diberikan kepada kaum perempuan selama ini sebenarnya sudah sesuai dengan hak, kedudukan, dan kodratnya.
Sementara itu, fakta riil dalam praktik pelaksanaan hak dan kedudukan antara kaum laki-laki dan perempuan memperlihatkan bahwa prinsip kesetaraan belum dapat diimplementasikan secara penuh akibat kendala adat, tradisi, perbedaan tafsir (ajaran) agama, perbedaan pandangan tentang kodrat laki-laki dan perempuan, dan sebagainya. Banyak kalangan menghendaki kesetaraan gender, yakni persamaan hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan, segera diwujudkan melalui pembuatan peraturan perundang-undangan dan praktik kehidupan di semua bidang dan sektor kehidupan. Namun, hal itu belum dapat dilakukan.
Di berbagai negara berkembang kesetaraan gender hingga kini masih terus menjadi isu penting karena belum sepenuhnya dapat direalisasikan. Di Indonesia realisasi kesetaraan gender demi mewujudkan tatanan yang adil dan tidak diskriminatif terhadap perempuan juga menjadi agenda yang terus diperjuangkan oleh berbagai kalangan. Kendala adat, tradisi, perbedaan tafsir (ajaran) agama, perbedaan pandangan tentang kodrat laki-laki dan perempuan, dan sebagainya dicoba terus untuk dicarikan solusinya, antara lain, melalui kampanye dan dialog konstruktif.
B.   Kesetaraan Suku
Kesetaraan suku adalah kesederajatan di antara kelompok-kelompok suku yang hidup di masyarakat. Berdasarkan prinsip ini, semua kelompok suku memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Pada era reformasi saat ini kesetaraan suku di Indonesia sudah terbentuk dengan cukup baik. Implementasi kesetaraan suku relatif tidak membutuhkan upaya yang sifatnya khusus karena kedudukan serta hak dan kewajiban semua suku di negara kita dirasakan sudah memiliki kesamaan. Upaya yang diperlukan tinggal menjaga dan mempertahankan iklim kondusif yang selama ini sudah terbentuk.
Berdasarkan aturan formal yang dikatahui, di Indonesia tidak ada diskriminasi terhadap suku-suku tertentu. Dalam interaksi antarwarga secara umum juga tidak ditemukan adanya pengistimewaan terhadap kelompok-kelompok suku tertentu serta pembatasan-pembatasan terhadap kelompok-kelompok suku tertentu yang lain. Jika pun terjadi diskriminasi, hal itu lebih disebabkan oleh tindak penyimpangan atau kriminal yang dilakukan oknum-oknum tertentu yang tak bertanggung jawab.
Dalam pada itu, ketegangan dan konflik antarsuku yang secara sporadis kadang terjadi di beberapa daerah juga umumnya tidak dipicu oleh masalah diskriminasi. Modus peristiwanya lebih dilatarbelakangi oleh persoalan-persoalan di luar problem kesetaraan, seperti kecemburuan sosial, sentimen primordial, sengketa wilayah, dan fanatisme kelompok. Oleh karena itu, upaya pemecahan masalah atas kejadian tersebut tidak dilakukan melalui penegakan prinsip kesetaraan suku secara lebih intensif, tetapi melalui penegakan hukum biasa.
C.   Kesetaraan (Penganut) Agama
Kesetaraan agama merujuk pada pengertian kesederajatan di antara semua kelompok penganut agama yang berbeda-beda dalam masyarakat. Di Indonesia ada enam agama yang diakui secara resmi oleh negara, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Prinsip kesetaraan agama menyatakan bahwa semua kelompok penganut enam agama tersebut memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
Sebagaimana kesetaraan suku, kesetaraan di antara kelompok penganut agama di Indonesia sebenarnya sudah terwujud dengan cukup baik. Implementasi kesetaraan agama umumnya tidak terhambat oleh faktor aturan, budaya, atau kebijakan negara. Sejauh ini penganut enam agama di Indonesia memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Hambatan yang muncul selama ini lebih disebabkan oleh sikap berlebihan kelompok agama tertentu akibat fanatisme yang kurang terkontrol.
Di tingkat elite penganut agama (pemuka agama) tidak pernah muncul upaya untuk membatasi penganut agama lain untuk melaksanakan hak-haknya. Ketegangan dan konflik antarumat beragama yang secara insidental kadang terjadi juga tidak diakibatkan oleh ketimpangan dalam penerapan prinsip kesetaraan, melainkan oleh sikap militan dan provokasi yang bersifat politis. Secara institusional, di Indonesia tidak ada agama yang ajarannya memerintahkan umatnya untuk membatasi dan apalagi melarang penganut agama lain untuk melaksanakan hak-haknya.


No comments:

Post a Comment