Thursday, January 26, 2017

Alasan Pengenaan Pajak

       Mengapa pajak dikenakan oleh negara kepada masyarakat? Mengapa warga negara harus memikul tanggung jawab untuk membayar pajak? Apakah pemerintah, selaku pengelola kehidupan bernegara, tidak memiliki sumber penerimaan lain dalam melakukan pembangunan? Pajak diberlakukan atau dikenakan oleh negara melalui pemerintah kepada warga negara atau masyarakat dengan alasan-alasan tertentu. Alasan pengenaan pajak oleh negara kepada warga masyarakat didasarkan pada beberapa teori berikut.

A.   Teori Bakti (Pengabdian)

       Menurut teori ini, negara mempunyai kewenangan penuh untuk menarik atau memungut pajak dari warga negara, sementara warga negara memiliki kewajiban untuk membayar pajak sebagai wujud bakti atau pengabdian kepada negara. Negara berhak mengenakan pajak sekaligus berkewajiban memanfaatkan dana hasil penarikan pajak tersebut untuk tujuan menyejahterakan kehidupan seluruh warga masyarakat. Adapun rakyat, selain memiliki kewajiban untuk membayar pajak, juga memiliki hak untuk memperoleh pelayanan dari negara (pemerintah) dan menikmati kesejahteraan yang diusahakan oleh negara melalui berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan dengan biaya dari hasil pemungutan pajak.

B.   Teori Kepentingan

       Sesuai dengan namanya, teori ini didasarkan pada aspek kepentingan masyarakat serta kewajaran kebijakan negara terhadap rakyat untuk memenuhi kepentingan masyarakat yang dimaksud. Dalam melakukan berbagai kegiatan pembangunan, negara (pemerintah) mengeluarkan dana yang tidak kecil untuk pembiayaannya. Pembangunan dalam berbagai bentuknya dilakukan negara untuk kepentingan masyarakat sehingga dianggap wajar dan proporsional jika dana yang digunakan untuk pembiayaannya dibebankan kepada masyarakat (melalui pemungutan pajak).

C.   Teori Asuransi

       Berdasarkan teori asuransi, pajak disamakan dengan premi. Premi adalah jumlah uang yang harus dibayarkan (oleh nasabah) pada waktu tertentu kepada perusahaan asuransi sebagai biaya atas perlindungan atau pertanggungan yang diberikan oleh perusahaan asuransi yang bersangkutan kepada nasabah. Oleh sebab itu, seperti halnya dalam sistem asuransi, untuk mendapatkan perlindungan atau pertanggungan dari negara, rakyat wajib membayar pajak kepada negara layaknya nasabah membayar premi kepada perusahaan asuransi.

Peranan dan Manfaat Pajak

       Pajak memiliki peran dan manfaat yang sangat besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak negara, termasuk Indonesia, menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara, Manfaat pajak terutama terletak pada kemampuannya menopang kehidupan negara dari segi ekonomi. Lebih konkret peranan dan manfaat pajak dapat dirumuskan sebagai berikut.

1.    Pengemban Fungsi Budgetair

       Dalam kaitannya sebagai pemegang fungsi budgetair, pajak berperan sebagai sumber utama penerimaan negara dalam (penyusunan) anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sebagai sumber penerimaan negara, pajak menjadi andalan utama pemerintah dalam penghimpunan dana. Pemerintah memerlukan dana dalam jumlah yang sangat besar untuk membiayai berbagai pengeluaran rutin, seperti menggaji pegawai, belanja  barang,  serta  melakukan  pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan. Dana untuk membiayai semua kegiatan tersebut saat ini tidak lain sebagian besarnya berasal dari hasil pemungutan pajak dari masyarakat. Fungsi budgetair ini merupakan fungsi utama yang paling menonjol dari pajak.

2.    Alat Pemerataan Pendapatan/Kesejahteraan

       Dalam perpajakan dikenal salah satu jenis tarif pajak yang disebut tarif pajak progresif. Tarif pajak ini merupakan tarif pajak yang khusus dikenakan kepada golongan wajib pajak yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi. Bentuk pelaksanaan dari tarif pajak progresif adalah pajak dengan tarif lebih tinggi dikenakan kepada golongan wajib pajak yang lebih mampu secara ekonomi.

       Dengan demikian, golongan masyarakat yang kurang mampu dari segi ekonomi, yakni yang berpenghasilan sedang dan rendah, dapat lebih menikmati hasil-hasil pembangunan. Sebagian besar kegiatan pembangunan dibiayai dengan dana hasil penarikan pajak. Hal ini menunjukkan, hasil pengenaan tarif pajak progresif  kepada  golongan wajib pajak yang lebih mampu di atas tadi menjadi sarana yang berguna untuk melakukan pemerataan kesejahteraan.


3.    Pembentuk Tabungan Pemerintah/Negara 

       Jumlah atau besaran dana hasil penarikan pajak dari waktu ke waktu senantiasa diproyeksikan untuk terus meningkat. Adapun penggunaan dana hasil penarikan pajak tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan kegiatan pembangunan diharapkan tidak boros dan habis dalam sekali pakai. Artinya, dana yang berhasil dihimpun melalui penarikan pajak tidak seluruhnya habis untuk membiayai pengeluaran rutin dan kegiatan pembangunan yang dilakukan pemerintah, melainkan ada sisa sehingga pemerintah/negara masih memiliki tabungan. Jika pemerintah dapat melakukan hal ini, maka terlihat dengan jelas bahwa pajak dapat menjadi alat pembentuk tabungan pemerintah/negara. 

Asal-Muasal dan Pentingnya Sejarah

       Kata ‘sejarah’ (dalam bahasa Indonesia) berasal dari kata bahasa Arab, sajaratun, yang artinya pohon. Adapun dalam bahasa Arab sendiri, ‘sejarah’ justru disebut tarikh, yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti waktu atau penanggalan. Dari segi substansi arti, kata ‘sejarah’ lebih dekat dengan kata bahasa Yunani, historia, yang berarti ilmu atau orang pandai. Dalam bahasa Inggris, kata tersebut kemudian diadaptasi menjadi history, yang berarti ‘masa lalu manusia’. Kata lain yang mendekati makna atau acuan tersebut adalah geschichte (bahasa Jerman), historie (Prancis), storia (Italia), dan gescheiedenis (Belanda).

       Dengan mempertimbangkan arti secara kebahasaan dari berbagai bahasa, kiranya dapat ditegaskan bahwa (definisi) sejarah terkait dengan ‘waktu dan peristiwa’. Persoalan waktu penting dalam memahami suatu peristiwa sehingga para sejarawan cenderung mengatasi masalah dengan membuat periodisasi. Sebagai istilah, sejarah kemudian didefinisikan sebagai studi tentang masa lalu, khususnya dalam kaitannya dengan manusia. 

       Sejarah menjadi topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Sejarah mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai keberhasilan dan kegagalan para pemimpin, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lain dalam kehidupan manusia. Dari sejarah kita dapat mempelajari hal-hal yang mempengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman. 

       Salah satu ungkapan yang termasyhur mengenai sejarah dan pentingnya belajar sejarah dikemukakan filsuf Spanyol, George Santayana. Ia mengatakan, “Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya.” Filsuf Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel, juga mengemukakan, “Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya.” Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan Inggris, Winston Churchill, “Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya.

Wednesday, January 25, 2017

BPUPKI dan PPKI, Lembaga Pembentuk Negara

       BPUPKI dan PPKI adalah dua lembaga paling bersejarah dan paling menentukan terbentuknya Indonesia sebagai negara. Dua lembaga inilah yang melahirkan produk-produk vital, seperti dasar negara (Pancasila) dan UUD 1945, yang menjadi fundamen berdirinya Indonesia sebagai negara. Dua lembaga itu pulalah yang melahirkan para pendiri negara sekaligus pemimpin negara pada masa-masa awal Indonesia merintis kehidupannya sebagai negara yang baru merdeka.

       BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dibentuk pada 29 April (ada yang menyebut 28 April) oleh pemerintah pendudukan Jepang. Tujuan pembentukan badan yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai ini adalah menyelidiki dan mempelajari hal-hal penting yang berkaitan dengan upaya pembentukan negara Indonesia merdeka. Radjiman Wedyodiningrat diangkat menjadi ketua BPUPKI, sedangkan wakil ketua dijabat oleh Pandji Soeroso. 


       Jumlah anggota BPUPKI 62 orang. Mengenai jumlah anggota BPUPKI beberapa sumber sejarah menyebutkannya berbeda-beda;  ada yang menyebut 60 orang, 61 orang, bahkan 67 orang dan 71 orang. Namun, yang jelas, para anggota BPUPKI terdiri atas tokoh-tokoh pergerakan nasional dari berbagai daerah, aliran, dan etnik (Indonesia asli, Arab, Tionghoa, dan Eropa). 


       Setelah menyelesaikan tugas-tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada 7 Agustus 1945. Pada hari itu juga Jepang menyetujui dan mengumumkan akan dibentuknya badan baru sebagai pengganti BPUPKI. Dua hari kemudian, tanggal 9 Agustus 1945, badan baru itu dibentuk dengan nama Dokuritsu Junbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (sumber lain menyebutkan, PPKI dibentuk tanggal 7 Agustus 1945, bersamaan dengan pembubaran BPUPKI). Pada tanggal 9 Agustus pula diangkat dan dilantik Soekarno sebagai ketua PPKI dan Mohammad Hatta sebagai wakil ketua. 



       PPKI diserahi tugas untuk menindaklanjuti hasil-hasil keputusan BPUPKI. Saat dibentuk, anggota PPKI berjumlah 21 orang. Namun, setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, jumlah anggota PPKI ditambah lagi dengan enam anggota baru, sehingga jumlahnya menjadi 27 orang. Penambahan enam anggota baru dilakukan tanpa sepengetahuan Jepang serta sepenuhnya atas inisiatif dan tanggung jawab ketua PPKI dengan dukungan para anggota. Penambahan anggota ini terutama dimaksudkan untuk mengubah PPKI menjadi Badan Nasional yang lebih berwajah Indonesia dan tidak lagi sepenuhnya pemberian Jepang. 

Memperbarui Peringatan Hari Kartini


       Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April selalu diperingati dengan meriah. Perayaan-nya umumnya dilakukan di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah. Acara Kartinian –– demikian sebutan populer untuk memperingati hari kelahiran pahlawan asal Jepara ini –– bia-sanya diikuti dengan antusias, terutama oleh kaum wanita.

       Memperingati hari kelahiran pahlawan nasional tentu merupakan kegiatan yang positif. Hal ini akan menumbuhkan sikap menghargai perjuangan pahlawan serta rasa cinta tanah air di kalangan warga. Namun, sayangnya, khusus kegiatan peringatan Hari Kartini dari tahun ke tahun hampir selalu dari itu ke itu saja, yakni mengenakan pakaian kebaya atau busana tra-disional bagi wanita atau lomba yang terkait dengan dunia wanita, seperti memasak atau berias.

       Oleh sebab itu, peringatan Hari Kartini perlu ditambah atau divariasikan dengan mata acara baru yang lebih relevan dengan persoalan emansipasi wanita. Beberapa kegiatan baru yang dapat ditambahkan, antara lain, seminar tentang gagasan Kartini seputar emansipasi wanita, lomba presentasi mengenai emansipasi wanita yang digagas Kartini, lomba pentas drama berlakon kehidupan Kartini, serta lomba menulis artikel tentang sosok dan gagasan Kartini mengenai emansipasi wanita. Kegiatan-kegiatan ini tentu akan membuat publik, khu-susnya generasi muda, lebih dekat dan apresiatif terhadap gagasan emansipasi wanita yang dikemukakan ­Kartini. 

       Peringatan Hari Kartini juga seringkali kurang melibatkan secara aktif kaum pria. Padahal, kepahlawanan Kartini terletak pada kegigihannya dalam memperjuangkan nasib dan keduduk-an kaum wanita agar sejajar dengan kaum pria. Untuk mewujudkan perjuangan ini, kaum wa-nita perlu membangun dialog dan kerja sama dengan kaum pria sehingga peringatan Hari Kartini perlu juga melibatkan kaum pria dalam agenda-agenda intinya. 

Kerajinan Tangan dari Cangkang Telur

       Masyarakat Indonesia tidak asing lagi dengan telur. Masakan yang kita santap sehari-hari banyak di antaranya yang dibuat dari telur. Telur yang dijadikan bahan masakan atau makanan oleh masyarakat kita umumnya adalah telur ayam, telur bebek, dan telur puyuh (masih ada telur angsa, telur kalkun, dan telur burung onta yang jarang dikonsumsi). Adapun bagian yang diambil untuk dijadikan bahan masakan/makanan adalah isinya, sedangkan kulit atau cangkangnya hampir selalu dibuang sebagai sampah.

       Cangkang telur yang memiliki bentuk oval sayang sekali jika dibuang begitu saja setelah isinya diambil dan dimasak. Material cangkang telur yang tipis dan lumayan keras dengan bentuk ovalnya yang membentuk rongga (volume) di bagian dalam menjadikannya benda yang cukup menarik untuk dijadikan bahan pembuatan kerajinan tangan. Jika kita amati dengan saksama, seluruh tampilan cangkang telur, walaupun telah diambil isinya, tampak memiliki keunikan dan nilai estetika, apalagi cangkang telur yang memiliki motif, seperti telur puyuh.


       Dengan keunikan dan daya tarik bentuk beserta warnanya, cangkang telur sungguh menggoda untuk dikreasi menjadi berbagai benda kerajinan yang bernilai ekonomi tinggi. Cangkang telur dapat diukir atau dilukis sehingga menjadi ukiran dan lukisan tiga dimensi yang menawan dan lain dari yang lain. Cangkang telur juga dapat dipecah-pecah menjadi serpihan-serpihan kecil tak beraturan yang dapat digunakan untuk membuat bermacam-macam figur/bentuk mozaik yang indah.


       Kendatipun proses untuk menjadikannya sebagai produk kerajinan yang indah dan bernilai ekonomi tinggi bukan merupakan usaha yang mudah, kiranya hal itu patut untuk dirintis dan dicoba. Pada langkah awal mungkin saja akan dijumpai banyak kesulitan, tetapi ini merupakan hal biasa yang lambat laun akan dapat diatasi. Pada saat ini sudah ada beberapa wirausahawan yang aktif dalam pembuatan kerajinan tangan dengan cangkang telur, dan sebagian berhasil hingga melakukan ekspor dan meraup banyak keuntungan. 


       Permintaan akan produk kerajinan tangan dari cangkang telur –– baik dari dalam negeri maupun luar negeri –– tentunya akan terus ada. Kebutuhan akan benda kerajinan tangan akan selalu ada karena kebutuhan manusia akan keindahan (sebagaimana kebutuhan-kebutuhan lainnya) tidak akan pernah lenyap. Selama produk kerajinan tangan yang kita hasilkan berkualitas tinggi dan harganya kompetitif, kita tidak perlu khawatir benda-benda kreasi kita tidak akan diminati dan dibeli orang. 

Lukisan Fresko

       Apakah yang disebut fresko (fresco)? Secara sederhana, fresko biasa diartikan sebagai “lukisan dinding”, yakni lukisan yang dibuat di atas permukaan dinding (tembok). Adapun secara ilmiah, fresko didefinisikan sebagai teknik melukis pada dinding yang dilakukan dengan cara menimpakan pigmen pada plaster dinding yang baru dilapisi. 

       Kata fresko berasal dari frasa bahasa Italia, buon fresco, yang berarti “selagi basah”. Pigmen yang ditimpakan di atas plaster basah akan melekat sangat kuat sehingga hasilnya (lukisan fresko) dapat bertahan dan dinikmati berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun. Adonan pigmen harus dibuat dengan takaran yang tepat sebab jika terlalu basah akan menyebabkan timbulnya jamur dan sebaliknya jika terlalu kering akan menyebabkan pigmen tidak dapat melekat kuat.


       Desain fresko biasanya dibuat di atas permukaan kertas yang dilubangi, kemudian dilekatkan ke atas plaster basah, dan ditaburi pigmen gelap yang kemudian membuat pola desain yang persis sama dengan rancangan awal. Lukisan harus dibuat secepat-cepatnya sebelum adonan plester mengering sehingga saat sebagian air diserap oleh dinding pigmen yang ada juga ikut terserap dengan kuat.


       Lukisan fresko banyak mucul pada masa Renaisans, terutama di Italia. Model lukisan ini telah melambungkan nama Michael Angelo dan Leonardo da Vinci (keduanya dari Italia) ke puncak kemasyhuran dan kebesaran dalam konstelasi seni rupa dunia. Keduanya dikenal sebagai maestro fresko, selain juga jagoan yang sulit dicari tandingannya dalam melahirkan karya-karya seni rupa (terutama lukisan kanvas) yang berkelas masterpiece.

Friday, January 20, 2017

Pengertian Bakat dan Jenis-Jenis Bakat

       Apakah yang disebut bakat? Apakah bakat sama dengan kecerdasan? Bagaimana peranan bakat dalam kehidupan manusia? Bagaimana pula kaitan bakat dengan potensi? Apa sajakah jenis-jenis bakat yang dimiliki oleh manusia?
       Seperti halnya kecerdasan, bakat sebenarnya juga menjadi bagian dari potensi manusia. Setiap individu pada dasarnya memiliki bakat. Bakat yang dimiliki setiap individu berbeda-beda. Orang seperti Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, dan Neymar memiliki bakat yang besar dalam bermain sepak bola. Muhammad Ali, Sugar Ray Leonard, dan Rocky Marciano berbakat dalam olahraga tinju. William Shakespeare, Leo Tolstoy, dan Naguib Mahfuz sangat berbakat dalam sastra. Whitney Houston, Mariah Carey, dan Hetty Koes Endang memiliki bakat mengagumkan dalam menyanyi. Eric Clapton, Slash, dan Idris Sardi memiliki bakat istimewa dalam bermain musik. Leonardo da Vinci, Michaelangelo, dan Affandi memiliki bakat hebat dalam melukis. 

       Bakat, yang dalam beberapa tahun terakhir seringkali disamakan dengan talenta, memiliki kedekatan definisi dengan kemampuan. Bakat (dalam bahasa Inggris disebut aptitude) lazim didefinisikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu untuk dikembangkan atau dilatih agar dapat terwujud (Semiawan dan Munandar dalam Sobur, 2011: 180). Adapun kemampuan (ability) merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan pelatihan (Sobur, 2011: 180).

       Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 93), bakat diartikan sebagai dasar (kepandaian, sifat, dan pembawaan) yang dibawa sejak lahir. Adapun menurut Alex Sobur (2011: 181), bakat merupakan kemampuan alamiah untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan, yang relatif dapat bersifat umum (contohnya, bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus). Menurut Arthur Schopenhauer, karena sifatnya bawaan sejak lahir, bakat tidak mudah terpengaruhi oleh lingkungan dan perasaan serta cenderung permanen. Kajian terhadap bakat manusia melahirkan berbagai definisi tentang potensi yang satu ini. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian dan pendapat seputar bakat.
  1. Kartini Kartono (1979) menyatakan, bakat mencakup segala faktor yang terdapat pada individu sejak awal pertama dari kehidupannya yang kemudian menumbuhkan perkembangan keahlian, kecakapan, dan keterampilan khusus tertentu. Bakat bersifat laten potensial; dalam arti dapat mekar dan berkembang.
  2. Suganda Pubakawatja (1982) mengatakan, bakat sebagai benih dari suatu sifat baru akan tampak nyata jika mendapat kesempatan atau kemungkinan untuk berkembang.
  3. Wijaya (1988: 66) menyatakan bahwa bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang dengan suatu latihan khusus memungkinkannya mencapai suatu kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan khusus, seperti kemampuan berbahasa, kemampuan bermain musik, dan sebagainya.
  4. Menurut William B. Michael, bakat adalah kemampuan individu dalam melakukan tugas, yang sedikit sekali dipengaruhi atau tergantung pada latihan (yang dilakukan sebelumnya).
  5. Menurut Bingham, bakat adalah kondisi, kualitas, atau seperangkat sifat yang dianggap sebagai tanda kemampuan individu untuk menerima latihan (respons).
  6. Crow menyatakan, bakat merupakan kualitas yang dimiliki oleh semua orang dalam tingkat yang beragam.
  7. Woodworth dan Marquis menyatakan, bakat adalah prestasi yang dapat diramalkan dan dapat diukur melalui tes khusus.
  8. Guilford mengatakan, bakat adalah kemampuan kinerja yang mencakup dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual.     

       Bakat dan kemampuan menentukan prestasi seseorang. Prestasi menjadi perwujudan dari bakat dan kemampuan seseorang. Orang yang memiliki bakat besar dalam bidang tertentu, misalnya, dalam sepak bola, diperkirakan akan mampu meraih prestasi besar dalam cabang olahraga ini. Secara kolektif, ia dapat membawa tim yang dibelanya menjadi juara dalam berbagai turnamen, sementara secara individual, ia dapat terpilih menjadi pemain terbaik serta meraih banyak penghargaan. Prestasi yang tinggi dalam bidang tertentu mengindikasikan bakat dan kemampuan yang unggul dalam bidang yang bersangkutan.

       Namun, banyak ahli psikologi menyimpulkan bahwa bakat sebenarnya berperan tidak lebih dari 30 persen dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang. Bakat tidak akan menjelma menjadi kemampuan dan keunggulan yang mengantarkan seseorang meraih prestasi dan kesuksesan jika tidak dikelola dan dikembangkan dengan cara yang tepat. Faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan bakat, antara lain, motivasi, tekat, lingkungan, sarana, serta pendidikan dan pelatihan. Tak sedikit sosok berbakat besar dalam berbagai bidang hanya menjadi orang biasa atau bahkan menjadi pribadi yang gagal akibat keliru dalam mengelola, menyalurkan, atau mengembangkan bakatnya.

       Lalu, apa saja jenis-jenis bakat yang dimiliki manusia? Bakat manusia banyak ragamnya. Berikut kita simak jenis-jenis bakat manusia.
  1. Berdasarkan fungsi atau aspek jiwa raga yang terlibat dalam berbagai jenis prestasi, bakat dibedakan menjadi empat, yakni bakat yang lebih berdasarkan psikofisikbakat kejiwaan yang bersifat umumbakat kejiwaan yang khas dan majemuk, serta bakat yang lebih berdasarkan pada alam perasaan dan kemauan (Noesyirwan dalam Sobur, 2011: 189–190).  

  • Bakat yang lebih berdasarkan psikofisik. Bakat ini berakar pada jasmaniah sebagai dasar dan fundamen bakat, seperti kemampuan pengindraan; ketangkasan dan ketajaman pancaindra; kemampuan motorik; kekuatan tubuh; kelincahan fisik; serta keterampilan jari-jemari, tangan, dan anggota badan.  
  • Bakat kejiwaan yang bersifat umum. Bakat ini berupa kemampuan ingatan, daya khayal (imajinasi), dan inteligensi. Daya ingat ialah kemampuan menyimpan isi kesadaran pada saat tertentu serta membawanya kembali ke permukaan pada saat yang lain. Dalam ingatan jiwa manusia bersifat menerima dan reproduktif. Imajinasi atau daya khayal merupakan isi kesadaran yang berasal dari dunia dalam diri manusia sendiri, yang berupa gambar khayalan dan gagasan-gagasan kreatif sehingga jiwa manusia bersikap spontan dan produktif. Inteligensi merupakan kemampuan menyesuaikan diri pada keadaan dengan menggunakan alat pemikiran yang berbeda dengan penyesuaian diri karena kebiasaan atau sebagai akibat pelatihan (drill) dan coba-coba (trial and error). Penyesuaian diri karena kebiasaan, pelatihan, dan coba-coba bersifat mekanis, kadangkala secara kebetulan memerlukan banyak waktu. Penyesuaian diri dengan pemikiran terjadi karena pengertian, pendapat pemahaman, pencarian makna dan hubungannya yang terlihat dalam pemecahan dan penguasaan keadaan baru dari kesulitan yang dihadapi. Inteligensi dapat diuraikan sebagai kemampuan menangkap, memahami, menjelaskan, menguraikan, memadukan, serta menyimpulkan arti hubungan dan sangkut paut makna. Setiap orang memiliki isi, proses, dan cara berpikir yang berbeda-beda.  
  • Bakat kejiwaan yang khas dan majemuk. Bakat yang khas atau bakat dalam pengertian sempit adalah bakat yang sejak awal sudah ada dan terarah pada suatu bidang yang terbatas, seperti bakat bahasa, bakat melukis, bakat musik, bakat seni, dan bakat ilmu. Dalam pada itu, bakat majemuk berkembang lambat laun dari bakat produktif ke arah yang sangat tergantung pada keadaan di dalam dan di luar individu, seperti bakat filsafat, bakat hukum, bakat mendidik, bakat psikologi, bakat kedokteran, bakat ekonomi, dan bakat politik.  
  • Bakat yang lebih berdasarkan pada alam perasaan dan kemauan. Bakat ini sangat terkait dengan watak, seperti kemampuan untuk melakukan kontak sosial, kemampuan menyayangi, kemampuan menghayati perasaan orang lain.                                 
2.   Berdasarkan sifat prestasinya, bakat dapat diklasifikasikan menjadi bakat reproduktifbakat aplikatifbakat interpretatif, dan bakat produktif  (Noesyirwan dalam  Sobur, 2011: 190).


  • Bakat reproduktif. Bakat reproduktif merupakan kemampuan untuk memproduksi hasil pekerjaan orang lain serta menguraikan kembali dengan tepat pengalaman-pengalaman sendiri. Bakat ini sangat terkait dengan daya ingat seseorang.
  • Bakat aplikatif. Bakat aplikatif adalah kemampuan memiliki, mengamalkan, mengubah, dan menerangkan, pendapat, buah pikiran, dan metode yang berasal dari orang lain.
  • Bakat interpretatif. Bakat interpretatif adalah kemampuan menangkap dan menjelaskan hasil pekerjaan orang lain sehingga selain sesuai dengan maksud penciptanya, penjelasan tersebut juga mencerminkan pendapat atau pendirian pribadi.
  • Bakat produktif. Bakat produktif merupakan kemampuan menciptakan hal-hal baru sebagai sumbangan dalam ilmu pengetahuan, pembangunan, dan bidang kehidupan lain yang berharga.
3.    Dalam diri manusia terdapat lima jenis bakat yang masing-masing terkait dengan bidang-bidang tertentu. Kelima bakat tersebut adalah bakat akademik khususbakat kreatif-produktifbakat senibakat psikomotorik, dan bakat sosial.
  • Bakat akademik khusus. Bakat akademik khusus merupakan kemampuan untuk memahami konsep yang berkaitan dengan angka-angka (numeric), logika bahasa (verbal), dan sejenisnya.
  • Bakat kreatif-produktif. Bakat kreatif-produktif adalah bakat dalam menciptakan atau menghasilkan hal baru, seperti menciptakan program komputer baru, teori baru dalam bidang tertentu, model arsitektur baru, dan karya sastra dengan gaya pengungkapan baru.
  • Bakat seni. Bakat seni merupakan bakat dalam menghasilkan karya seni atau melakukan aktivitas seni, seperti mengaransemen musik, membuat patung, menciptakan lukisan, menulis puisi, dan menghasilkan koreografi tari.
  • Bakat psikomotorik. Bakat ini adalah bakat yang terkait dengan kemampuan atau keterampilan fisik, seperti bermain sepak bola, bermain sulap, dan membuat kerajinan tangan.                   
  • Bakat sosial. Bakat ini merupakan bakat dalam melakukan kontak atau hubungan dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat, seperti melakukan negosiasi, menawarkan suatu produk, berkomunikasi dalam organisasi, dan menjadi pemimpin dalam kelompok.
4.    Bakat manusia terdiri atas bakat umum dan bakat khusus. Bakat umum merupakan kemampuan yang berupa potensi dasar yang bersifat umum, yang dimiliki oleh setiap orang. Adapun bakat khusus merupakan kemampuan yang berupa potensi khusus yang tidak dimiliki oleh semua. Bakat khusus terbagi menjadi bakat verbalbakat numerikalbakat bahasa (linguistik); bakat kecepatan, ketelitian, dan klerikalbakat relasi ruang (spasial)bakat mekanikbakat abstrak; serta bakat skolastik.
  • Bakat verbal. Bakat verbal merupakan bakat mengungkapkan konsep dalam bentuk kata-kata.
  • Bakat numerikal. Bakat ini merupakan bakat memahami konsep dalam bentuk angka. 
  • Bakat bahasa (linguistik). Bakat ini adalah bakat dalam melakukan penalaran dan penguasaan bahasa.
  • Bakat kecepatan, ketelitian, dan klerikal. Bakat ini adalah bakat yang terkait dengan kegiatan tulis-menulis, ramu-meramu untuk laboratorium, pekerjaan kantor, dan kegiatan kerohanian.
  • Bakat relasi ruang (spasial). Bakat relasi ruang merupakan bakat untuk mengamati dan menjelaskan pola dua dimensi atau berpikir dalam tiga dimensi.
  • Bakat mekanik. Bakat mekanik adalah bakat untuk menguasai prinsip-prinsip umum mengenai pengetahuan alam, tata kerja mesin, serta perkakas dan peralatan lainnya.
  • Bakat abstrak. Bakat abstrak adalah bakat untuk menguasai pola, rancangan, diagram, ukuran-ukuran, bentuk-bentuk, dan posisi-posisinya.
  • Bakat skolastik. Bakat skolastik merupakan bakat untuk menguasai kombinasi kata-kata (logika) dan angka-angka, termasuk di dalamnya kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik.

Pengertian Kecerdasan dan Jenis-Jenis Kecerdasan

       Apakah yang disebut kecerdasan? Apa sajakah jenis-jenis kecerdasan yang dimiliki manusia? Bagaimanakah peranan kecerdasan sebagai bagian dari potensi manusia? Bagaimanakah hubungan antara kecerdasan dan potensi manusia?

       Kecerdasan sebenarnya adalah bagian dari potensi manusia. Salah satu potensi yang dimiliki oleh manusia tidak lain adalah kecerdasan. Bahkan, ada anggapan bahwa kecerdasan merupakan potensi paling penting yang dimiliki manusia. Anggapan ini muncul, mungkin karena kecerdasan berperan secara langsung dalam menentukan arah dan nasib kehidupan manusia serta memiliki nuansa, cakupan, dan jenis yang beraneka ragam.

       Kecerdasan berasal dari kata dasar cerdas, yang artinya ‘tajam pikiran’ atau ‘sempurna perkembangan akal budinya untuk berpikir, memahami, dan sebagainya’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 209). Kecerdasan biasa disamakan dengan inteligensi. Kecerdasan/inteligensi adalah daya reaksi atau penyesuaian yang cepat dan tepat, baik secara fisik maupun mental, terhadap pengalaman baru serta membuat pengalaman dan pengetahuan siap untuk digunakan jika dihadapkan pada fakta atau kondisi baru (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 438).

       Kecerdasan atau inteligensi banyak menjadi kajian dalam psikologi. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi lain dari kecerdasan atau inteligensi.
  1. Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai (a) kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, (b) kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk dipecahkan, (c) kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan masyarakat (dalam http://www.ka-jianpustaka.com).
  2. Munzert mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan memberikan jawaban, penyeleasaian, dan kemampuan menyelesaikan masalah (dalam Sagala, 2010: 82).
  3. David Wescler mengartikan kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum dari individu untuk bertindak, berpikir rasional, dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif (Sagala, 2010: 82).
  4. Menurut Gregory, kecerdasan adalah kemampuan atau keterampilan untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai dalam satu atau lebih bangunan budaya tertentu (dalam http://www.pengertianahli.com).
  5. C.P. Chaplin menyatakan, kecerdasan adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif (dalam http://www.pengertianahli.com).
  6. Menurut Anita E. Woolfolk, kecerdasan adalah kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya (dalam http://www.pengertian-ahli.com).
  7. L.L. Thrstone menyatakan, inteligensi adalah (a) kecakapan untuk memahami pengertian yang diucapkan dengan kata-kata (verbal comprehension); (b) kecakapan dan kefasihan untuk menggunakan kata-kata (word fluency); (c) kecakapan untuk memecahkan masalah matematika (penggunaan angka-angka atau bilangan) (number); (d) kecakapan tilikan ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal, seperti menggambar design from memory (space); (e) kecakapan untuk mengingat (memory); (f) kecakapan mengamati dan menafsirkan, mengamati persamaan dan perbedaan suatu objek (perceptual); (g) kecakapan menemukan dan menggunakan prinsip-prinsip (reasoning) (dalam Sobur, 2011: 157).
  8. Menurut Alfred Binet, inteligensi memiliki tiga aspek kemampuan, yakni (a) kemampuan untuk memusatkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan (direction); (b) kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapi atau fleksibel dalam menghadapi masalah (adaptation); dan (c) kemampuan untuk melakukan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap diriya sendiri (criticism) (dalam Effendi & Praja, 1993).
  9. Menurut George Stodard, inteligensi adalah kecakapan dalam menyatakan tingkah laku yang memiliki ciri-ciri (a) mempunyai tingkat kesukaran, (b) kompleks, (c) abstrak, (d) ekonomis, (e) memiliki nilai-nilai sosial, (f) memiliki daya adaptasi dengan tujuan, (g) menunjukkan kemurnian (dalam Sobur, 2011: 157).
  10. Menurut S.C. Utami Munandar, inteligensi adalah (a) kemampuan untuk berpikir abstrak, (b) kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar, (c) kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru (dalam Sobur, 2011: 156).
  11. Edward Thorndike menyatakan, inteligensi ialah kemampuan individu untuk memberikan res-pons yang tepat atau baik terhadap rangsangan yang diterima (dalam Sobur, 2011: 157).
  12. William Stern menyatakan, inteligensi adalah kapasitas atau kecakapan umum pada individu yang secara sadar digunakan untuk menyesuaikan pikirannya pada situasi yang dihadapi (dalam Sobur, 2011: 158).
  13. Kecerdasan atau inteligensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan memahami dunia, berpikir rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif saat dihadapkan pada tantangan, hambatan, atau kesulitan. (dalam http://www.pengertianahli.com).
  14. Kecerdasan adalah kemampuan umum manusia untuk berpikir dengan cara rasional dan melakukan tindakan-tindakan yang mengandung tujuan. (dalam http://www.pengertianahli.com).
  15. Kecerdasan adalah kemampuan pribadi untuk memahami, melakukan inovasi, dan memberikan solusi dalam berbagai situasi (dalam http://www.pengertianahli.com).

       Hasil penelitian-penelitian dan kajian-kajian ilmiah oleh para ilmuwan telah membongkar misteri dan mitos serta mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi di seputar kecerdasan. Pada masa lalu, terutama di kalangan masyarakat awam Indonesia, kecerdasan seringkali hanya dianggap sebagai kecakapan atau ketangkasan dalam memahami pelajaran (sekolah) atau informasi yang bersifat pengetahuan saja. Atau, paling banter, kecerdasan dipandang sebagai kemampuan dalam menangkap dan memahami hal-hal yang datang atau ada di hadapan seseorang. Dalam keadaan seperti ini, makin cepat seseorang mampu menangkap dan memahami hal-hal yang dihadapkan kepadanya, maka ia dianggap makin cerdas, dan demikian juga sebaliknya. Akan tetapi, anggapan-anggapan tersebut sekarang telah terkoreksi oleh serangkaian penemuan-penemuan baru tentang kecerdasan manusia.

       Berbagai penemuan menunjukkan, kecerdasan manusia ternyata memiliki dimensi yang luas dan kompleks. Kecerdasan tidak semata-mata hanya terkait dengan ‘kemampuan otak’ dalam pengertian fisik sebagai bagian dari organ tubuh manusia, melainkan juga dengan organ-organ tubuh lain serta juga perasaan atau emosi.  Howard Gardner mengungkap rahasia di balik kecerdasan, bahwa manusia lebih rumit daripada apa yang dijelaskan melalui tes IQ atau tes apa pun. Ia mengatakan bahwa orang yang berbeda memiliki kecerdasan yang berbeda.

       Oleh karena itu, saat ini kita mengenal berbagai jenis kecerdasan: kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan fisik, kecerdasan visual, dan sebagainya. Lebih lengkap dan terperinci berikut ini dipaparkan berbagai jenis kecerdasan yang (diyakini) dimiliki oleh manusia.
  1. Manusia memiliki sembilan jenis kecerdasan. Kesembilan kecerdasan tersebut ialah kecerdasan logis-matematis, kecerdasan linguistik, kecerdasan kinestetik-jasmani (kecerdasan fisik), kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan antarpribadi, kecerdasan intrapribadi (kecerdasan dalam diri sendiri), kecerdasan naturalis (lingkungan), dan kecerdasan eksistensial. Kecuali kecerdasan eksistensial, delapan kecerdasan lainnya merupakan temuan Howard Gardner, tokoh pendidikan dan psikologi yang mencetuskan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences).

  • Kecerdasan logis-matematis. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan dalam angka dan logika; kecerdasan yang biasanya dimiliki oleh para ilmuwan, akuntan, dan pemrogram komputer. Fisikawan Isaac Newton dan Albert Einstein memanfaatkan kecerdasan ini saat mereka menghasilkan penemuan besarnya masing-masing (Newton dengan kalkulusnya dan Einstein dengan teori relativitasnya). Kecerdasan logis-matematis meliputi kecakapan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-akibat, menyusun hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, dan rasionalitas.
  • Kecerdasan linguistik. Kecerdasan ini adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Kecerdasan ini dimiliki para wartawan, sastrawan, penulis teks pidato, dan orator. Kecerdasan jenis ini menghasilkan karya besar dalam bidang sastra, seperti King Lear (William Shakespeare), Doctor Zhivago (Boris Pasternak), Waiting for Godot (Samuel Beckett), dan One Hundred Years of Solitude (Gabriel Marques). Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu menulis, berargumentasi, meyakinkan orang, atau mengajar dengan efektif melalui rangkaian kalimat yang disampaikannya. Mereka kutu buku, dapat menulis dengan jelas dan lincah, serta mampu mengartikan bahasa tulisan secara luas.
  • Kecerdasan kinestetik-jasmani. Kecerdasan ini disebut kecerdasan fisik. Tercakup di dalamnya bakat mengendalikan gerak tubuh dan keterampilan dalam menangani benda. Atlet, penari, pengrajin, montir, dan ahli bedah memiliki kecerdasan kinestetik-jasmani tingkat tinggi. Orang berkecerdasan fisik memiliki keterampilan dalam menjahit, bertukang, atau merakit model. Mereka menyukai kegiatan fisik, seperti berjalan kaki, menari, berlari, berkemah, berenang, atau arung jeram. Mereka cekatan, lincah, indra perabanya sangat peka, tak bisa diam, dan menaruh minat terhadap sangat banyak hal.
  • Kecerdasan spasial. Kecerdasan ini mencakup kemampuan berpikir dalam gambar serta kemampuan untuk memperhatikan (mencerap), mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam dunia visual-spasial. Kecerdasan spasial biasanya dimiliki oleh para arsitek, fotografer, pilot, dan insinyur mesin. Orang yang memiliki derajat kecerdasan spasial yang tinggi punya kepekaan yang kuat terhadap detail visual sehingga dapat menggambarkan sesuatu dengan sangat hidup, melukis atau membuat sketsa ide dengan jelas, serta mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi. Tokoh yang memiliki kecerdasan ini, antara lain, Basuki Abdullah, Dede Eri Supria, Thomas Alva Edison, Pablo Picasso, dan Rembrandt.
  • Kecerdasan musikal. Ciri utama kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk mencerap, menghargai, dan menciptakan irama dan melodi. Musisi seperti Mozart, Bach, Beethoven, Chopin, Jimi Hendrix, Bob Marley, dan pemain gamelan Bali memiliki kecerdasan musikal. Kecerdasan musikal juga dimiliki orang yang sensitif akan nada, mampu menyanyikan lagu dengan memukau, dan mampu mengikuti irama musik.
  • Kecerdasan antarpribadi. Kecerdasan ini adalah kecerdasan untuk memahami dan menjalin hubungan dengan orang lain. Kecerdasan antarpribadi terutama menuntut kemampuan untuk mencerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan kemauan orang lain. Mereka yang memiliki kecerdasan antarpribadi dapat mempunyai rasa iba, simpati, dan tanggung jawab sosial yang besar seperti halnya tokoh terkemuka India, Mahatma Gandhi, tetapi dapat juga gemar melakukan manipulasi serta berlaku licik dan busuk seperti Niccolo Machiavelli. Namun, mereka semua memiliki kemampuan memahami orang lain dan melihat dunia dari sudut pandang orang yang bersangkutan sehingga mereka dapat menjadi networker, negosiator, dan pengajar yang andal.
  • Kecerdasan intrapribadi atau kecerdasan dalam diri sendiri. Orang yang memiliki kecerdasan ini dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan mengarahkan kehidupannya. Mereka yang memiliki kecerdasan intrapribadi berprofesi sebagai konselor, teolog, dan wirausahawan. Mereka menyukai introspeksi dan meditasi, kontemplasi, atau bentuk lain penelusuran jiwa yang mendalam. Namun, mereka juga sangat mandiri, sangat fokus pada tujuan, dan sangat disiplin. Umumnya mereka suka belajar sendiri dan lebih memilih be-kerja sendiri daripada bekerja dengan orang lain (Armstrong, 1999: 3–6).
  • Kecerdasan naturalis (lingkungan). Menurut Howard Gardner, kecerdasan lingkungan adalah kemampuan seseorang untuk memahami flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan tersebut secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Kecerdasan lingkungan yang tinggi akan menjadikan seseorang mampu hidup di luar rumah, mampu bersa-habat dan berhubungan baik dengan alam, serta mudah membuat identifikasi dan klasifikasi seputar tanaman dan binatang. Ia mampu mengenal sifat dan tingkah laku binatang dengan baik serta biasanya mencintai lingkungan. Kecerdasan lingkungan sebenarnya agak kontroversial karena dianggap masih menjadi bagian dari kecerdasan logis-matematis. Akan tetapi, menurut Gardner, kecerdasan lingkungan berbeda dengan inteligensi logis-matematis.
  • Kecerdasan eksistensial. Kecerdasan ini terkait dengan kemampuan individu dalam menjawab problem terdalam dari keberadaan (eksistensi) manusia. Orang yang memiliki kecerdasan ini tak puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, melainkan mencoba untuk menyadarinya dan mencari jawaban terdalam atas pertanyaan: mengapa saya ada, untuk apa saya hidup, apa sebenarnya makna hidup ini, dan sebagainya. Kecerdasan eksistensial dimiliki banyak filsuf, utamanya filsuf aliran eksistensialis, yang rajin mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup manusia. Sokrates, Plato, Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Descartes, Immanuel Kant, Jean-Paul Sartre, dan Nietzsche adalah para filsuf dan cendekiawan termasyhur dunia yang memiliki kecerdasan eksistensial tinggi.

  1. Jenis-jenis kecerdasan yang secara umum dipahami terdiri atas kecerdasan intelektual (intelegent quotient –– IQ), kecerdasan emosional (emotional quotient –– EQ), kecerdasan spritual (spiritual quotient –– SQ), dan kecerdasan menghadapi kesulitan (adversity quotient –– AQ).

  • Kecerdasan intelektual (intelegent quotient –– IQ). Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan individu untuk berpikir, mengolah, dan menguasai lingkungan secara optimal serta bertindak secara terarah. Kecerdasan intelektual digunakan untuk memecahkan masalah logika dan strategis.
  • Kecerdasan emosional (emotional quotient –– EQ). Kecerdasan emosional adalah kemampuan individu untuk mengenali, mengendalikan, dan menata perasaan diri sendiri dan diri orang lain secara mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan diinginkan orang lain. Kecerdasan ini memberi kesadaran mengenai perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain serta memberikan empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat.
  • Kecerdasan spritual (spiritual quotient –– SQ): Kecerdasan spritual adalah kecerdasan yang mengilhami dan melambungkan semangat seseorang dengan mengikatkan diri pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu. Kecerdasan ini digunakan untuk membedakan baik dan buruk, benar dan salah, serta pemahaman terhadap standar moral. Kecerdasan spritual digunakan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan. Setiap individu memiliki potensi kecerdasan spritual yang besar. Kecerdasan ini tidak dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan, dan materi lainnya.
  • ·  Kecerdasan menghadapi kesulitan (adversity quotient –– AQ). Kecerdasan ini merupakan kecerdasan individu untuk bertahan dalam menghadapi berbagai kesulitan dan mengatasi tantangan hidup. Paul G. Stoltz membedakan tingkatan adversity quotient menjadi tiga, tingkat quitrers, tingkat campers, dan tingkat climbers.

o   Tingkat quitrers (orang yang berhenti). Tingat quiters adalah tingkat yang paling rendah/paling lemah AQ-nya. Mereka yang AQ-nya berada pada tingkat ini akan berhenti dan langsung menyerah saat dihadapkan pada berbagai kesulitan hidup yang pelik.
o   Tingkat campers (orang yang berkemah). Campers adalah tingkat AQ sedang. Mereka yang memiliki AQ tingkat ini mera-sa puas atas apa yang dicapainya dan enggan untuk lebih maju atau lebih suk-ses lagi.
o   Tingkat climbers (orang yang mendaki). Ini adalah tingkat AQ yang paling tinggi. Mereka yang memiliki AQ tingkat climbers akan mampu bertahan dan mengatasi kesulitan hidup serta tantangan hidup.

3.    Selain kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan menghadapi kesulitan, manusia juga memiliki kecerdasan kreativitas (creativity quotient –– CQ). Kecerdasan kreativitas adalah kecakapan individu untuk menemukan dan menciptakan hal-hal baru dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, dan sebagainya. Kreativitas meliputi dua unsur, yakni kemampuan menghasilkan sejumlah gagasan atau ide pemecahan masalah dengan lancar dan kemampuan untuk menemu-kan gagasan yang berbeda dan luar biasa untuk memecahkan masalah. Adapun Guil Ford mendeskripsikan lima ciri kreativitas, yakni kemampuan memproduksi banyak ide (kelancaran), kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan jalan pemecahan masalah (keluwesan), kemampuan untuk melahirkan gagasan yang orisinil sebagai hasil pemikiran sendiri (keaslian), kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci (penguraian), dan kemampuan untuk mengkaji kembali suatu hal melalui cara yang berbada dengan yang sudah lazim (perumusan kembali).
4.   Manusia memiliki kecerdasan moral (moral quo-tient –– MQ). Kecerdasan moral adalah kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah seperti yang didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum merupakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia secara umum pada seluruh budaya di dunia. Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, melainkan juga merupakan ‘pusat kecerdasan’ bagi seluruh manusia. Hal ini karena kecerdasan moral secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral menjadikan hidup manusia memiliki tujuan dan makna. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat melakukan suatu hal dengan benar serta peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman menjadi tak berarti.
5.  Manusia juga memiliki kecerdasan intuitif/visi. Orang yang mempunyai kecerdasan ini dapat merasakan suatu firasat. Mereka dapat mengetahui sesuatu itu benar atau salah semua dari naluri yang ia memiliki. Ini adalah kecerdasan seseorang yang menentukan menjadi pemimpin atau pengikut. Pemimpin-pemimpin besar dapat melihat situasi yang akan terjadi dan mengambil tindakan tepat untuk menanggapinya. Tindakan yang diambil bukan hanya berdasarkan intuisi semata, melainkan juga fakta-fakta ke belakang dan membuat keputusan dengan berani. Dalam dunia teknologi informasi, Bill Gates adalah salah satu contohnya; ia sepertinya dapat meramalkan bahwa PC akan tersedia di rumah-rumah dan nyatanya sekarang komputer bukan barang langka bagi rumah tangga.

Mengenal dan Memastikan Potensi Diri

       Betapapun sulitnya mengenal dan memastikan potensi yang kita miliki, upaya yang satu ini harus tetap kita lakukan jika kita benar-benar serius ingin meraih kesuksesan. Dengan mengetahui potensi diri secara pasti, kita akan memiliki pegangan yang meyakinkan dalam menuju arah yang benar guna meraih sukses. Dengan mengetahui potensi diri secara pasti, peluang kita memperoleh kesuksesan menjadi lebih besar dibandingkan dengan jika kita tak memiliki pengetahuan tentang potensi kita.

       Dengan demikian, kita menjadi tahu langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengembangkan potensi. Langkah-langkah yang akan kita ambil menjadi lebih kondusif dan berdaya guna bagi pengembangan potensi menuju kecakapan dan kompetensi. Upaya-upaya pengembangan potensi juga akan lebih terukur, cermat, efektif, efisien, dan optimal karena didasarkan pada potensi yang riil, bukan pada potensi yang bersifat spekulatif dan tak jelas.

       Usaha untuk mengenal atau mengetahui potensi tidak dapat dilakukan dengan cara serampangan. Kita tidak dapat menilai potensi diri berdasarkan selera pribadi. Misalnya, hanya karena kita menggandrungi musik, kita lantas menyimpulkan bahwa potensi yang kita miliki ada pada bidang musik. Atau, hanya karena teman kita banyak yang menyukai jenis olahraga tertentu, kita memaksakan diri untuk ikut-ikutan menyukainya kemudian memas-tikan bahwa potensi kita ada pada bidang olahraga tersebut. Atau lagi, hanya karena di televisi dan media online (internet) muncul trend  tertentu yang banyak disukai masyarakat (terutama kaum muda), kita ikut larut dan terlena untuk menerjuninya dengan pengharapan spekulatif bahwa siapa tahu kita punya potensi dalam bidang yang dimaksud. Semua langkah ini bukanlah cara yang baik dan tepat dalam menilai dan mengetahui potensi diri.

       Memang bisa saja terjadi, potensi kita kebetulan sama dengan potensi yang dimiliki oleh kebanyakan orang lain sehingga apa yang kita lakukan untuk mengembangkannya seakan-akan selalu terlihat ikut-ikutan orang lain. Selama potensi kita memang benar-benar ada dalam bidang tersebut, hal itu tentu saja tidak menjadi masalah. Misalnya saja, saat ini banyak anak muda yang memiliki bakat menyanyi, dan kita kebetulan termasuk salah satunya yang menonjol; maka sama sekali tidak perlu dipersoalkan jika kita fokus berlatih dan belajar menyanyi. Biarpun banyak sekali orang lain yang melakukannya sehingga dunia seolah-olah dipenuhi teriakan vokal manusia yang sedang belajar dan berlatih menyanyi, jika kita pun turut meramaikannya, tidaklah menjadi masalah. Prinsipnya, marilah kita belajar, berlatih, dan berkompetisi secara sehat dan adil.

       Hal yang menjadi problem adalah jika kita melakukan semua itu hanya sekadar ikut arus dan memanfaatkan situasi saja. Kita tidak atau belum tahu potensi kita yang sebenarnya, tetapi demi kemeriahan massal semata kita turut belajar dan berlatih menyanyi serta kemudian berpartisipasi dalam sekian lomba atau festival. Jika ini yang terjadi, kita telah melakukan inefisiensi dan pemborosan (waktu, uang, dan energi) yang di kemudian hari mungkin sekali akan mengakibatkan rasa lelah dan kecewa.

       Kecermatan, kewaspadaan, dan kehati-hatian sungguh sangat dibutuhkan dalam usaha mengenal dan memastikan potensi diri. Di tengah maraknya  gaya hidup hedonis (lebih mengutamakan kesenangan dan kepuasan jasmani semata) saat ini, orang –– terutama para remaja –– mudah sekali terseret arus trend gaya hidup umum, termasuk dalam mengembangkan potensi. Tidak sedikit remaja dan anak muda umumnya yang menekuni bidang tertentu untuk pengembangan potensi hanya sekadar mengikuti mode atau trend, tanpa tahu atau peduli apakah potensinya ada dalam bidang tersebut atau tidak. Mereka mengabaikan sikap cermat, waspada, dan hati-hati dalam memilih aktivitas yang sesuai dengan potensi diri serta sebaliknya lebih tergiur oleh kesenangan dan emosi sesaat.

       Sikap mudah tergiur oleh kesenangan dan emosi sesaat dapat menyebabkan kita terjerumus dalam perilaku ceroboh, keras kepala, dan congkak yang akan menjauhkan kita dari akurasi dalam mengenal potensi diri. Sebaliknya, sikap cermat, waspada, dan hati-hati akan menjadikan kita lebih legawa (lapang dada) dalam membaca kelemahan dan kelebihan diri sehingga akan lebih akurat dalam ikhtiar mengenal potensi diri. Sikap cermat, waspada, dan hati-hati juga akan menghindarkan kita dari berbagai kesalahan dan kesesatan yang membahayakan hidup kita. 

       Suka ikut-ikutan (snobis), gemar berspekulasi, dan mudah larut dalam trend merupakan kecenderungan yang seringkali menghinggapi kaum remaja dalam upaya mewujudkan keinginan-keinginan hidup. Hal ini sebenarnya merupakan gejala yang lumrah dan alamiah mengingat kaum remaja pada dasarnya memang masih dalam taraf pertumbuhan serta pencarian jatidiri sehingga secara kurang sadar seringkali melakukan berbagai eksperimentasi diri. Hanya masalahnya, jika tak terkendali, hal itu akan menjadi kendala serius dalam upaya mengenal dan memastikan potensi diri.

       Bagaimanapun juga, usaha mengenal dan memastikan potensi diri membutuhkan energi dan sumber daya tersendiri. Upaya ini benar-benar memerlukan perhatian, waktu, dan konsentrasi khusus. Upaya yang dilakukan untuk mengenal dan memastikan potensi diri harus bebas dari berbagai “intervensi”: dari selera dan subjektivitas pribadi, godaan untuk menyamakannya dengan kecenderungan umum, hingga memenuhi keinginan orang tua.
Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengetahui potensi diri tentu saja adalah menanamkan keinginan yang kuat dan serius untuk mengenal potensi diri sendiri. Setelah itu, kita harus mencoba mulai mengetahui potensi diri dengan jujur, objektif, dan realistis. Kita harus melihat dan menilai secara apa adanya kemudian berani dan bersedia menerimanya dengan apa adanya juga.

       Itulah hal-hal yang paling harus diutamakan dalam mengetahui potensi diri. Adapun langkah-langkah terperinci dalam mengetahui potensi itu sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara. Berikut ini beberapa cara di antaranya.
  1. Selama waktu tertentu, lakukan banyak kegiatan. Kegiatan yang dapat dipilih adalah olahraga (sepak bola, bola voli, basket, renang, pencak silat, dan sebagainya), seni (musik, lukis, tari, teater, dan sebagainya), menulis (esai, artikel, cerpen, puisi, dan sebagainya), berorganisasi, berkebun, kerajinan tangan, membaca, traveling, dan sebagainya. Dalam memilih kegiatan yang akan dilakukan, jangan terpancang pada kegiatan yang disukai saja.
  2. Dari sekian kegiatan yang dilakukan, rasakan kegiatan yang paling cepat mengalami perkembangan dan kemajuan. Untuk keperluan ini, dapat dibuat daftar tertulis berisi kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan serta perkembangan dan kemajuan yang dicapai.
  3. Mintalah pendapat kepada orang lain tentang kegiatan yang paling atau lebih menonjol dari sekian kegiatan yang dilakukan. Maksudnya,  menurut penilaian orang lain, kegiatan apa yang tampak menunjukkan kemampuan yang paling mengesankan dari sekian kegiatan yang kita lakukan. Orang lain yang dimintai pendapat terutama adalah teman satu kegiatan, sahabat karib, guru, orang tua, dan saudara.
  4. Kegiatan yang lebih cepat mengalami perkembangan dan kemajuan serta menurut penilaian orang lain memperlihatkan kemampuan yang mengesankan kemungkinan menjadi potensi yang kita miliki. Lanjutkan kegiatan tersebut sambil terus merasakan perkembangan dan kemajuan yang dicapai serta meminta pendapat orang lain, sementara kegiatan-kegiatan lain yang tidak memperlihatkan perkembangan mengesankan dapat langsung ditinggalkan.

       Empat upaya tersebut hanya merupakan alternatif yang dapat kita lakukan. Keempatnya masih dapat kita lengkapi dengan beberapa langkah lain. Langkah tambahan yang dapat dilakukan, antara lain, sebagai berikut:
  1. mengenali diri sendiri dengan membuat daftar pertanyaan, seperti apa yang membuat kita bahagia, apa yang kita inginkan dalam hidup, apa kelebihan dan kekuatan kita, serta menjawab pertanyaan-pertanyan tersebut dengan jujur dan objektif;
  2. menentukan tujuan hidup –– jangka pendek dan jangka panjang –– secara realistis, yakni sesuai dengan kemampuan dan keadaan yang dihadapi;
  3. mengenali motivasi hidup dengan cara merasakan hal-hal apa yang membuat kita paling atau lebih terpacu untuk melakukan aktivitas tertentu;
  4. menghilangkan kebiasaan berpikir negatif dengan tidak melemparkan kesalahan dan kelemahan kepada pihak lain, tetapi justru dijadikan bahan untuk evaluasi dan memperbaiki diri;
  5. tidak menyesali dan mengadili diri sendiri berkepanjangan jika melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan, tetapi menjadikan keduanya (kesalahan atau kegagalan) sebagai penambah semangat.

Efektivitas dan Efisiensi dalam Pengembangan Potensi

       Dalam banyak kasus, potensi seperti misteri atau teka-teki. Kita percaya bahwa semua orang memiliki potensi, tetapi seringkali kita sendiri bahkan tidak tahu apa potensi sejati atau potensi sesungguhnya yang kita miliki atau yang ada pada diri kita sendiri. Potensi sungguh misterius; kehadirannya dapat dirasakan, tetapi wujud atau bentuknya kerapkali tak tertangkap penglihatan sehingga senantiasa menyebabkan penasaran.

       Tidak sedikit orang yang selama hidupnya tak pernah mengetahui secara pasti apa potensi yang mereka miliki walaupun hidup mereka sendiri sebenarnya juga tidak gagal. Bahkan kita juga tidak tahu, apakah orang-orang hebat, seperti Ibnu Khaldun, Aristoteles, Isaac Newton, Leonardo da Vinci, Leo Tolstoy, William Shakespeare, Amadeus Mozart, Napoleon Bonaparte, Thomas Jefferson, Mahatma Gandi, Albert Einstein, Ernest Hemingway, Mohammad Hatta, Pele, Muhammad Ali, Steve Job, dan Bill Gate, mengetahui potensi mereka masing-masing. Untuk menjadi sukses, besar, dan legendaris seperti itu, apakah mereka telah melakukan upaya pengembangan potensi sesuai dengan potensinya aslinya masing-masing? Apakah Aristoteles sadar betul bahwa bakat terbesarnya memang benar-benar dalam bidang filsafat atau Muhammad Ali sepenuhnya paham bahwa bakat terbesarnya memang sungguh-sungguh dalam olahraga tinju? Jangan-jangan Aristoteles memiliki bakat besar juga dalam menyanyi sehingga jika dia mengembangkan potensinya ini dengan benar serta keadaan zaman saat itu mendukung, selain akan menjadi filsuf besar dia juga akan menjadi penyanyi dunia papan atas. Jangan-jangan Muhammad Ali juga memiliki bakat besar dalam melukis sehingga manakala dia mengembangkannya dengan optimal, selain menjadi juara dunia tinju, ia juga akan dikenal sebagai seorang pelukis yang sejajar dengan Pablo Picasso dan Rembrandt.

       Sejarah memang membuktikan, tokoh-tokoh besar dan sukses tidak selalu lahir dari sinkronnya antara usaha pengembangan potensi di sisi satu dan potensi itu sendiri (potensi yang ada) di sisi lain. Artinya, lahirnya tokoh-tokoh sukses tidak selalu atau tidak selamanya ditentukan oleh kesesuaian antara potensi yang dimiliki para tokoh dengan usaha yang mereka lakukan untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut. Bisa saja seorang tokoh tertartik dan berminat untuk menghasilkan karya elektronika serta berkat kerja keras dan keuletannya ia sukses menjadi pengusaha elektronika terkemuka dan terkaya, padahal sebenarnya  ia memiliki bakat besar dalam bidang musik atau sastra.

       Namun, tentu saja, keajaiban atau keanehan semacam itu tidak serta merta bisa kita jadikan alasan untuk meremehkan arti pentingnya mengetahui dan memastikan potensi sebagai titik tolak untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi dalam upaya meraih kesuksesan. Bagaimanapun juga, untuk sebagian besar manusia, mengetahui potensi diri serta mengembangkannya menjadi kompetensi atau kualifikasi yang dapat membawa kesuksesan lebih penting dan lebih diperlukan daripada melakukan upaya ngawur dalam meraih kesuksesan hidup. Artinya, segala upaya yang kita lakukan untuk meraih kesuksesan, bagaimanapun, perlu dan penting untuk disesuaikan dengan potensi kita masing-masing. Keajaiban, keanehan, atau keunikan memang dapat terjadi –– seperti yang diilustrasikan di depan tadi –– tetapi itu bersifat perkecualian serta hanya bisa dilakukan oleh orang-orang dengan kemampuan yang luar biasa serta tekat, semangat, kerja keras, dan dukungan lingkungan yang tidak biasa pula.

       Dalam kehidupan modern saat ini, kesuksesan sulit diraih dengan cara-cara yang boros waktu, tenaga, pikiran, dan biaya. Di tengah makin banyaknya jumlah penduduk, meningkatnya kesadaran untuk hidup sukses, ketatnya persaingan, kencangnya globalisasi, terbatasnya berbagai sumber daya, serta majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, kesuksesan harus diraih dengan cara-cara yang efektif dan efisien. Nah, efektivitas dan efisiensi dalam meraih kesuksesan hanya dapat dicapai jika upaya pengembangan potensi kita lakukan berdasarkan pengenalan dan pengetahuan yang tepat mengenai potensi asli yang kita miliki. Makin kita tepat dalam mengenali dan mengetahui potensi yang kita miliki untuk kita kembangkan menjadi kompetensi dan kualifikasi, maka makin efektif dan efisienlah usaha yang kita lakukan dalam mencapai kesuksesan.

       Dengan mengenali dan mengetahui potensi diri secara tepat, kita telah melakukan penghematan waktu, biaya, tenaga, dan pikiran secara besar-besaran. Hal ini karena kita tidak terus-menerus berkutat dan disibukkan oleh upaya-upaya yang tak terencana, tak jelas, dan tak terarah, yang menghabiskan sumber daya (uang, tenaga, pikiran, waktu, dan sebagainya) yang besar sekali. Bayangkan, berapa waktu, biaya, tenaga, dan pikiran yang kita hambur-hamburkan dengan percuma jika kita salah dalam mengenali dan mengetahui potensi? Betapa besarnya pemborosan yang kita lakukan jika selama bertahun-tahun kita kerja keras belajar dan berlatih, tetapi ternyata apa yang kita latih tidak sesuai dengan potensi sejati yang kita miliki? Betapa sayangnya jika bakat kita, misalnya, dalam bidang seni, tetapi yang kita genjot terus kemampuan kita dalam bidang olahraga, atau sebaliknya?


Dengan demikian, efektivitas dan efisiensi pengembangan potensi menjadi bagian dari faktor yang menentukan dalam meraih prestasi dan kesuksesan. Prestasi dan kesuksesan tidak dapat diraih dengan jalan pengembangan potensi yang dilakukan secara spekulatif (untung-untungan). Pengembangan potensi yang dilakukan secara spekulatif tidak hanya akan mengakibatkan pemborosan banyak hal, melainkan juga menyebabkan upaya meraih prestasi dan sukses sangat sulit dilakukan atau bahkan mudah sekali menemui kegagalan.